Laman

Minggu, 24 Juli 2016

MAKALAH HAMBATAN DALAM MEMBANGUN MASYARAKAT BHINEKA TUNGGAL IKA (PENDIDIKAN PANCASILA)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG
Indonesia adalah sebuah bangsa yang multicultural. Indonesia terdiri lebih dari 500 suku bangsa (ethnic group) dengan ciri – ciri bahasa dan kultur tersendiri. Bahkan lebih unik lagi, setiap suku bangsa di Indonesia dapat dikatakan mampunyai satu daerah asal, pengalaman sejarah, dan nenk moyang tersendiri. (Amri Marzali, 2007 : 213)
Sejak Negara Republik Indonesia ini merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat “Bhineka Tunggal Ika”. Sebagai semboyan pada Lambang Negara Garuda Pancasila. Tujuan dari “Bhineka Tunggal Ika” itu adalah mempersatukan berbagai macam etnik kebudayaan yang ada di Indonesia. Karena beragamnya etnik tersebut di Nusantara, menjadikan diman setiap anggota dari kelompok etnik tersebut terlalu bangga akan dirinya, sehingga seringkali menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi dengan anggota etnik lain, bahkan sampai menimbulkan konflik etnik.
Sebenarnya dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika, masyarakat Indonesia  bias bersatu dan menghambat semua konflik yang didasari oleh kepentingan pribadi maupun kelompok.
Walaupun makna dari Bhineka Tunggal Ika yang mempunyai arti berbeda – beda tetapi tetap satu, ternyata masih terjadi berbagai hambatan untuk membangun masyarakat Bhineka Tunggal Ika. Hambatan – hambatan itu bias dating dari sikap pemerintah yang otoriter, perbedaan seperti status ; ras ; agama maupun golongan serta paham membuat arti persatuan, pertengkaran, yang menjadikan kerusuhan dimana – mana. Padahal perbedaan adalah suatu anugrah agar kita bias melengkapi satu sam lain. Meciptakan suatu persatuan dan kesatuan bangsa demi terciptanya perdamaian, bukan suatu perpecahan dan kerusuhan.
Sebagai generasi muda. Kita hendaknya menerapkan dan mengamalkan makna yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika. Agar kelak persatuan dan kesatuan tetap terjalin antar semua ras ; agama maupun status. Karena generasi muda adalah penerus bangsa yang kelak memimpin bangsa Indonesia ini.
Maka dari itu, berdasarkan penjelasan di atas bahwa masiih banyak hambatan dalam perwujudan Bhineka Tunggal Ika, maka kami mengangkat sebuah judul “Hambatan Dalam Membangun Masyarakat Bhineka Tunggal Ika”.

Berdasarkan gambaran dari latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

1.2              RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Bhineka Tunggal Ika?
2.      Apa yang dimaksud dengan masyarakat Bhineka Tunggal Ika?
3.      Apa hambatan dalam membangun masyarakat Bhineka Tunggal Ika?
4.      Apa dampak dari hambatan dalam membangun masyarakat Bhineka Tunggal Ika?


1.3              TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain :
1.      Untuk mengetahui pengertian Bhineka Tunggal Ika.
2.      Untuk mengetahui pengertian masyarakat Bhineka Tunggal Ika.
3.      Untuk mengetahui hambatan dalam membangun  masyarakat Bhineka Tunggal Ika.
4.      Untuk mengetahui dampak dari hambatan dalam membangun masyarakat Bhineka Tunggal Ika.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bhineka Tunggal Ika
Sejak Negara Republik Indonesia merdeka, para pendiri bangsa mencetuskan kalimat “Bhinneka Tunggal Ika”, sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Diambil dari falsafah Nusantara dipakai sejak jaman Kerajaan Majapahit, sebagai motto pemersatu Nusantara, dan diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:

Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa,
bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,
mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa (Pupuh 139: 5).

Terjemahan:
Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa)
Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kata bhinneka artinya "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan tersebut digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J. mengatakan bahwa sumpah palapa secara esensial, isinya mengandung makna tentang upaya untuk mempersatukan Nusantara. Sumpah Palapa Gajah Mada hingga kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya berkenaan dengan diri seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan. Oleh karena itu, sumpah palapa merupakan aspek penting dalam pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia. Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan “lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa” (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah Nusantara yang mendukung cita-cita tersebut di atas adalah Serat Pararaton. Kitab tersebut mempunyai peran yang strategis, karena di dalamnya terdapat teks Sumpah Palapa. Kata sumpah‘ itu sendiri tidak terdapat di dalam kitab Pararaton, hanya secara tradisional dan konvensional para ahli Jawa Kuno menyebutnya sebagai Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya teks Sumpah Palapa menurut Pararaton edisi Brandes (1897 : 36) adalah sebagai berikut :
Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahan:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada: ―Jika telah mengalahkan nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya).
Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme. Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.
Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang “jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia.
Yang harus kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan persatuan dan kesatuan Nusantara/bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh.
2.2       Masyarakat Bhineka Tunggal Ika
Sejak awal abad ke-20, struktur masyarakat yang seperti ini mulai tergugat karena munculnya ide nasionalisme Indonesia pada sekelompok kecil elite Nusantara. Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, Pancasila, UUD 1945, dan lain-lain adalah manifestasi politik dari keinginan untuk pembentukan satu masyarakat negara Indonesia yang baru. Dalam cita-cita ini, yang akan dibangun oleh negara Indonesia bukan lah sebuah masyarakat bangsa majemuk sebagaimana yang digambarkan oleh Furnival, tapi adalah satu masyarakat “Bhineka Tunggal Ika”, yaitu sebuah masyarakat bangsa yang terdiri dari berbagai kelompok suku bangsa dengan hak kutlturalnya masing – masing. Slogan “Bhineka Tunggal Ika” ini tecantum dibawah lambang negara Garuda, yang arti harfiahnya adalah ‘satu – kesatuan dalam keanekaragaman’. Prinsipnya, meskipun masyarakat bangsa Indonesia secara sosio kultural terdiri dari suku bangsa, namun hak kultural masing – masing suku bangsa adalah sama, dan secara politik mereka semua adalah mengakui berada dibawah Negara Republik Indonesia.

2.3       Hambatan Dalam Membangun Masyarakat Bhineka Tunggal Ika
            Dalam kenyataanya, perjalanan menuju masyarakat Bhineka Tunggal Ika ini terganggu oleh berbagai hal. Pertama, pemerintah – pemerintah awal Republik Indonesia, baik yang dipimpin oleh Soekarno maupun Soeharto, mempunyai kultur politik yang hampir sama. Pertama, pemerintah lebih mengutamakan pembangunan politik daripada pembangunan masyarakat. Pemerintah lebih mengutamakan cita – cita persatuan Indonesia, sebaliknya kurang memerhatikan dan mampertimbangkan kenyataan tentang keanekaragaman masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, kebijakkan dan tindakkan pemerintah jauh lebih dikuasai oleh Das Willen daripada Das Sein. Akibatnya munculah pemerintahan yang otoriter, yang kurang memerhatikan hak kultural setiap sudut bangsa di Indonesia.
            Pemerintahan otoriter yang ‘persatuan maniak’ ini, harus diakui, sedikit banyak adalah hasil dari ketakutan terhadap ‘hantu’ negara federal Indonesia berbagi pemberontakkan daerah yang muncul setelah proklamasi kemerdekaan 1945. Baik pemerintah Soekarno maupun pemerintahan Soeharto sama – sama melihat negara federal sebagai bentuk politik yang menakutkan, karna itu harus dibuang jauh – jauh. Masyarakat daerah jangan diberi terlalu banyak hak politik, ekonomi, dan kultural. Kedua pemerintahan, khususnya pada periode 1950 – 1970 banyak diganggu oleh gerakkan separatisme daerah. Sehingga sedikit saja daerah bergerak menuntut hak mereka, termasuk hak kultural, langsung dituduh sebagai tindakkan politik yang akan membahayakan persatuan Indonesia.
            Kedua, karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah mereka yang berasal dari tradisi kultural Jawa maka konsekuensinya, baik yang di sengaja atau tidak, masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh kultur Jawa. Birokrat – birokrat Jawa, baik disengaja atau tidak, telah memimpin negara ini dengan menggunakan standar kultur Jawa. Mereka melihat masyarakat lain dengan menggunakan kacamata kultur Jawa. Apabila mereka ditempatkan menjadi pemimpin disuatu daerah, mereka berusaha untuk menata masyarakat daerah tersebut sesuai dengan nilai – nilai sosiokultural Jawa. Bahkan lebih jauh dari itu mereka berusaha untuk memfungsikan simbol – simbol kultur Jawa dalam masyarakat daerah itu. Akibatnya, khususnya dalam pemerintahan Soeharto, terlihat semacam gejala dominasi kultur Jawa didalam masyarakat Indonesia.
            Sebuah anekdot tentang dominasi kultur Jawa ini adalah seperti cerita dibawah ini. Hatta, kata Sahibul Hikayat, pada suatu hari disebuah daerah di Sulawesi, seorang Bugis bertengkar dengan seorang Buton tentang nama seorang binatang (dia itu ikan). Pertengkaran terjadi karena perbedaan pola bahasa lokal, dimana huruf ‘n’ pada akhir kata tidak diucapkan dalam bahasa Buton, tapi sebalikknya diucapkan menjadi ‘ng’ dalam bahasa Bugis. Kata sang Bugis nama binatang tersebut adalah ‘ikkang’. Sementara itu sang Buton berkeras menyebutnya ‘ikka’. Kedua pihak brtahan pada pendirian masing – masing. Tidak ada kata putus yang disepakati bersama. Akhirnya masalah ini dibawa kepada pejabat resmi daerah itu, yaitu seorang Jawa. Setelah menyelidik secara teliti dan bijaksana, sang pemimpin Jawa lalu memutuskan dengan bangganya bahwa kedua pihak yang bertengkar telah keliru. Kedua belah pihak tidak menguasai bahasa Indonesia yang benar. Nama binatang itu, berkata sang pemimpin, bukan ‘ikkang’, juga bukan ‘ikka’, tapi ‘ikken’. Kepada para pembaca yang budiman, untuk menemukan kunci dari anekdot ini, silahkan anda menghubungkannya dengan kebiasaan pemimpin Jawa, termasuk mantan presiden Soekarno dan Soeharto, yang selalu mengucapkan akhiran ‘kan’ dengan ‘ken’. Kebiasaan ini, baik sengaja atau tidak, telah diikuti pula oleh pejabat – pejabat non-Jawa, agar supaya mereka dapat dimasukkan ke dalam golongan birokrat yang berbudaya.
            Dalam suatu kesempatan, Hamengku Buwono X, salah satu lambang tertinggi kultur Jawa, mengatakan bahwa situasi dominasi kultur Jawa seperti yang diuraikan di atas adalah hasil tindakan salah kaprah dari pemerintah orde baru. Pemerintah orde baru sebagai minoritas penguasa telah mengeksploitasi kultur Jawa untuk membangun struktur dan kultur politik yang sentralistik. Seberapa jauh explanation ini dapat diterima, tentu diperlukan satu pengkajian yang lebih mendalam.
Hal ketiga yang mengganggu perjalanan menuju masyarakat Bhineka Tunggal Ika adalah kultur militeristik orde baru. Kultur militeristik ini berisi sikap mental komando atau top-down, disiplin militer, seragam, opresif, menyelesaikan masalah pada tingkat terakhir dengan menggunakan senjata, membunuh atau dibunuh, dan seterusnya. Secara politik, pemerintahan orde baru didominasi oleh militer, yang dipuncak komandonya berkuasa Jenderal pensiunan Soeharto. Pemerintah orde baru selalu menekankan pentingnya keamanan dalam masyarakat. Tanpa keamanan tidak ada kemajuan. Untuk menjaga agar masyarakat tetap aman diperlukan militer. Agar supaya militer, khususnya angkatan darat, dapat menjalankan tugas keamanan dengan baik, maka kepolisian diletakkan di bawah lembaga angkatan bersenjata. Dengan begini maka sempurnalah kekuasaan yang opresif ditangan militer, khususnya angkatan darat. Salah satu ciri-ciri kultur militeristik seragam. Hal seperti ini juga masuk kehidupan sosial dan kultur. Pemerintah memberikan ruangan yang sempit bagi kultur di masyarakat lokal untuk menunjukkan keanekaragamannya. Semuanya berorientasi ke pusat. Apa yang ada di pusat adalah yang terbaik, dan harus ditiru oleh daerah.
Di Buston Usa sebelum tahun 1988, mahasiswa Indonesia mempunyai sebuah organisasi yang bernama PERMASI. Pada tahun 1988 datang instruksi dari Pusat (Washington, DC) agar nama itu diganti dengan PERMIAS, karena semua organisasi mahasiswa Indonesia di tempat lain adalah bernama PERMIAS. Semua harus seragam. Dalam bidang pemerintahan desa, penyeragaman dilakukan melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1979. Padahal dalam kenyataan, justru di pedesaan inilah basis dari keanekaragaman masyarakat lokal terletak. Sementara itu penyeragaman dalam bidang kehidupan politik, yaitu agar sebagian besar orang ikut ke dalam partai pemerintah Golkar, diciptakan Undang-Undang No. 3 Tahun 1985, khususnya sebagaimana yang diformulasikan dalam Pasal 8, Ayat (2) dan Pasal 10, Ayat (1)c.
Dalam bidang kepercayaan, agama, yang diakui secara resmi dari Pusat sampai Daerah hanyalah 5, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Kepercayaan-kepercayaan di luar itu tidak dianggap agama. Agama-agama lokal harus menyesuaikan diri dengan 5 agama resmi ini. Akibatnya, agama Orang Dayak (Kaharingan), agama Orang Toraja (Aluk To Dolo), agama Orang Tengger, dan seterusnya yang animistik harus tunduk menggabungkan diri dengan Agama Hindu. Maka hasilnya agama-agama tersebut berubah namanya menjadi agama Hindu Kaharingan, agama Hindu Aluk To Dolo, agama Hindu Tengger , dan seterusnya. Untuk pelajaran agama, anak-anak mereka mendapat guru dari orang yang beragama Hindu Bali (Hindu Dharma), yang secara antropologis berbeda ajaran agamanya. Padahal kalau kita teliti sejarahnya, 5 agama resmi yang diakui pemerintah RI itu pada mulanya juga agama lokal, tidak kalah lokal dengan agama Kaharingan, Aluk To Dolo, dan Tengger. Banyak lagi cerita lain tentang upaya penyeragaman sosiokultural pada zaman orde baru yang tidak muat untuk diungkapkan di sini.
Hal terakhir yang patut dicatat sebagai pengganggu ke arah masyarakat Bhineka Tunggal Ika adalah ideologi pembangunanisme. Pembangunan dirancang dari Pusat, yaitu di Departemen dan Bappenas, kemudian disetujui oleh MPR/ DPR. Daerah tinggal melaksanakan apa yang telah dirancang oleh Pusat. Salah satu kebijakan pembangunan yang berdampak luas terhadap kehidupan sosiokultural masyarakat lokal adalah Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Undang-undang ini telah direvisi pada tahun 1999 menjadi Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, yang katanya memberi tempat yang cukup bagi masyarakat lokal untuk mengekspresikan ciri-cirinya, sebagaimana yang diformulasikan dalam Bab XI dan Bab X. Namun demikian, banyak pihak yang masih meragukan efektivitas dari undang-undang ini.
2.3       Dampak Dari Hambatan Membangun Masyarakat Bhinneka Tunggal Ika
Berbeda-beda tetapi tetap satu. Sekilas istilah itu hanya menunjukan adanya  suatu tujuan Negara menjadikan masyarakat yang menyatu, tetapi telah terinterpretasi suatu sikap politik yang sangat tegas untuk mencapai persatuan yang tidak bisa ditawar-tawar.
Sikap yang tidak bisa digugat ini pun sangat berdampak terhadap keberadaan kebudayaan yang ada di Indonesia yang kita ketahui begitu beragam, keberagaman budaya itu tidak mendapatkan kedudukan yang layak lagi dan tidak mendapatkan jatah berekspresi yang berujung dengan lahirnya sikap-sikap pembangkangan terhadap Negara seperti parasitisme, konflik sosial, konflik antar suku dan juga teror.
Kesalahan pengelolaan keberagaman budaya dengan indikator bhineka tunggal ika telah menetaskan dampak-dampak buruk. Beragamannya kebudayaan, suku bangsa, agama dll yang ada di Indonesia merupakan suatu bukti kongkrit bahwa Indonesia Negara yang plural. Gerakan pemersatu perbedaan ini kedalam satu wadah kebersamaan telah menjadi suatu bentuk penghambat pengekspresian budaya dalam berbagai bentuk. Contoh yang paling jelas adalah lepasnya timor leste dari Indonesia merupakan suatu bentuk gagalnya cita-cita pemersatuan ini, belum lagi Aceh, dan Papua yang sampai saat ini masih terus berjuang  menggapai kemerdekaannya dan kita lihat kembali Ambon daerah konflik merupakan contoh yang sangat jelas bagaimana kebudayaan yang salah urus ini.
Keberagaman etnis yang jumlahnya cukup besar dan tersebar di wilayah geografis Indonesia menjadi gambaran tentang kompleksitas kebudayaan yang ada di Indonesia dan yang mengakibatkan sulitnya terjalin komunikasi. Perbedaan itu menunjukan cara pandang yang berbeda dan perlakuan sistem nilai yang berbeda adanya juga perbedaan tingkah laku sosial, ekomoni dan politik satu dengan yang lain. Akibat adanya semboyan pemersatu ini lah semua perbedaan itu dikesampingkan karena dinilai menjadi faktor penghambat integrasi dan juga menghambat pembangunan yang menjadi satu-satunya ideologi yang sahih pada waktu zaman orde baru.
Sedangkan suku-suku minoritas di daerah dianggap terbelakang dan harus di Indonesiakan (suparlan). Suku-suku yang tersebar di berbagai tempat yang dianggap masih terasing (kubu,badui dll) telah menjadi berbeda dan mendapat perubahan gaya hidup dan hilangnya sifat dan karakter dasar dari etnis tersebut akibat adanya proses pemersatuan dan pengembangan suku-suku itu.
Penataan keberagaman budaya juga terlihat jelas dari segi agama di Indonesia, kesalahan terbesar pemerintah adalah pengakuan terhadap 5 agama  yang diakui di Indonesia yang berdampak telah membunuh agama-agama lokal dan agama asli etnis Indonesia dan berakibat punahnya agama-agama lokal itu satu demi satu. Contoh dekat adalah agama parmalim, pelbegu, kaharingan dll yang tidak bisa berekspresi akibat adanya proses dan pemaksaan pluralitas. Proses penyatuan dan penyeragaman kebudayaan di Indonesia kemudian berimplikasi pada lahirnya pola hubungan sosial dan nilai-nilai baru dalam masyarakat yang menjadi dasar dari lahirnya berbagai persoalan sosial. Kebhinekatunggalikaan telah melahirkan suatu politik budaya yang represif yang melahirkan berbagai bentuk resistensi dan konflik yang laten. Persoalan itu muncul akibat penataan ruang politik dan pengolaan budaya yang salah dan bersifat majemuk. Proses nasionalisme  menyebabkan terjadinya pengabaian terhadap keberagaman budaya di Indonesia yang tersebar di berbagai tempat yang begitu kaya dan banyak mengandung kearifan lokal. Terjadinya konflik diberbagai tempat sebenarnya merupakan bukti nyata kegagalan pemerintah dalam menemukan kebudayan nasional, jika pemahaman tentang keberagaman ini tidak bisa dipahami secara baik maka bisa dipastikan sistem pemerintahan akan selalu gagal.
Pengingkaran status kebudayaan yang baragam yang dilakukan oleh pemerintah melahirkan berbagai persoalan yang malah semakin menjauhkan masyrakat dari kebhinekatunggalikaan itu sendiri. Kebudayaan yang tidak mendapat pengakuan  akibat adanya ideologi pembangunan yang mementingkan kehomogenitasan dianggap baik dan mendorong berjalannya pembangunan secara teratur, tetapi itu tidak lah terjadi, bahkan sebaliknya  itu menjadi beban bagi pembangunan karena mengakibatkan terganggunya stabilitas politik karena berbagai konflik yang terjadi.
Dari pemaparan diatas proses penciptaan masyarakat dan sistem sosial yang “Bhineka Tunggal Ika” itu megalami banyak halangan karena konsep “satu” atau kesatuan dalam bhineka tunggal ika yang merujuk pada salah satu konsep yang tidak terdefenisikan secara jelas karena istilah itu lebih mendefinisikan politk yang berasa tunggal : bahasa yang satu dan orientasi nilai yang satu dan tentu saja tunduk pada satu pusat. Proses politik ini telah mengalami kegagalan karena pendefinisian secara substansial tentang makna kesatuan itu mendapat basis ekspresinya dan tidak terkomunikasi dengan baik.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bhinneka Tunggal Ika adalah berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan tersebut digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Masyarakat Indonesia bukan lah sebuah masyarakat bangsa majemuk sebagaimana yang digambarkan oleh Furnival, tapi adalah satu masyarakat “Bhineka Tunggal Ika”, yaitu sebuah masyarakat bangsa yang terdiri dari berbagai kelompok suku bangsa dengan hak kutlturalnya masing – masing.
Terdapat berbagai macam hambatan menuju masyarakat Bhineka Tunggal Ika, diantaranya :
a)      Pemerintah lebih mengutamakan pembangunan politik daripada pembangunan masyarakat
b)      Masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh kultur Jawa.
c)      Kultur militeristik orde baru.
d)     Ideologi Pembangunanisme.
Dampak dari hambatan menuju masyarakat Bhineka Tunggal Ika, diantaranya :
a)      Terjadinya konflik antar ras dan suku.
b)      Kesalahan pengelolaan keberagaman budaya
c)      Suku minoritas di daerah dianggap terasingkan.


3.2 Saran
Pemerintah harus menyeimbangkan antara politik dengan pembangunan masyarakat, karena Negara Indonesia mempunyai keanekaragaman budaya, suku, ras, dan agama. Dan pemerintah harus lebih tanggap dalam menyeimbangkan antar suku satu dan suku lain yang ada di Negara kita khususnya negara Indonesia agar tidak terjadi deskriminasi antar suku. Dan juga yang tidak kalah penting yakni kita harus saling menghargai satu sama lain agar tetap terjalin hubungan yang harmonis dan terwujudnya tujuan Negara kita seperti yang tetera pada Undang Undang Dasar 1945.
DAFTAR RUJUKAN

Amrizal. 2012. Lunturnya Makna Bhineka Tunggal Ika, (Online),
(http://amrizalfile.blogspot.com/), diakses 30 Januari 2013.
Dika. 2011. Dampak Eksistensi Bhineka Tunggal Ika Terhadap Keberagaman
Budaya Indonesia, (Online),
(http://diqa-butarbutar.blogspot.com/2011/11/dampak-eksistensi-bhineka-tunggal-ika.html), diakses 01 Februari 2013.
Marzali, Amri. 2007. Antropologi & Pembangunan Indonesia. Jakarta : Kencana.
Setyani, Turita Indah. 2009. Bhineka Tunggal Ika Sebagai Pembentuk Jati Diri
Bangsa, (Online),

Wikipedia. 2012. Bhineka Tunggal Ika, (Online),
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika), diakses 29 Januari 2013.




1 komentar:

  1. SITUS KAMI: WWW . GARNETQQ .

    COM
    BONUS SETIAP HARI :0.5% TO SETIAP

    HARI JAM 12 PEMBAGIAN BONUS

    NYA+referall 0.2% setiap udang teman

    bermain tambah 0.2%+++

    -CARA MASUK WEB
    KE WWW . SMSQQ . COM LALU

    MASUK DALAM PERMAIN
    ATAU
    LINK ALTERNATIVE ; garnetqq.com
    silahkan di coba bosq :)
    -CARA DAFTAR NEW MEMBER;
    Nama :
    No Telp :
    Nama Bank :
    Nama Rekening :
    Nomor Rekening :
    Email :
    User Name :
    Password :

    -CONTOH DAFTAR
    NAMA :SANTI WINATA
    NO TLEPON : +85577773548
    NAMA BANK : SANTI WINATA
    NAMA REKENING: SANTI WINATA
    NO REKENING : 123 456 777 912
    EMAIL :SANTI

    WINATA888@GMAIL.COM
    USER NAME :SANTI WINATA45
    PASSWORD :12314aaaa

    -CARA DAFTAR CONTOH ;
    NAMA; ASLINYA
    NO TLP YG ASLI
    NAMA BANK BLM DAFTAR

    PERMAINAN KITA;
    NAMA REKENING YG BENAR DI BUKU

    BANK YG BELUM DAFTAR

    PERMAINAN KAMI
    NOMOR REKENING YG BELUM

    DAFTAR PERMAINAN KAMI
    EMAIL LENGKAP DAN YG BELUM

    PERNAH DI DAFTARKAN PERMAINAN

    KAMI
    USER NAME YG BENAR DAFTAR

    WARNA HIJAU
    PASWORD HARUS BENAR
    CHAND PASWORD PASWORD HARUS

    SAMA

    -CONTOH KESALAHAN MEMBER

    SUSAH DAFTAR ;
    1.SEASON EXPAYER=DAFTAR HARUS

    CEPAT
    2. KODE VALIDASI=KODE SALAH

    NOMOR ULANG KEMBALI , KETIKNYA

    RESET KEMBALI
    MASUK KODENYA
    3. REKENING SUDAH

    TERDAFTAR=CARA DAFTAR REKING

    YG BELUM DAFTAR PERMAIN
    SITUS KAMI

    -CARA DEPO/STOR DANA ;
    MASUK WWW . SMSQQ . COM

    PERMAINAN LALU LIAT BAGIAN ATAS

    KIRI NAMANYA
    STOR DANA
    LALU KLIK AJA NOMINAL BOS MAU

    KALAU BISA NO MINAL UNIK YAH

    BOSKU
    CONTOHNYA : 50123 ISI FORM NYA

    50123 JUGA YAH BOSKU BIAR BANK

    ERROR BIAR
    CEPET DI PROSES YAH BOSKU PAKE

    NOMINAL UNIK SEPERTI ITU YAH

    BOSKU^^
    KALAU BANK ADA GANGGUAN

    MINTA BUKTI TRASFER BIAR CEPAT

    DI PROSES DEPO
    MASUK YA BOSKU^^

    -CARA WD /TARIK DANA ;
    MASUK WWW . SMSQQ . COM

    PERMAINAN LALU LIAT BAGIAN ATAS

    KANAN NAMANYA
    TARIK DANA
    LALU KLIK AJA NOMINAL BOS MAU

    DI TARIK CONTOHNYA : DANA YANG

    DI TARIK
    JADWAL BANK OFF LINE;
    MANDIRI ; SENIN -JUMAT ; 22.45-

    04.00 WIB
    SABTU ;23.00-06.00 WIB
    MINGGU ;23.00-05.00 WIB
    DANAMON; SENIN-MINGGU TIDAK

    ADA OFFLINE
    BRI ; SENIN- MINGGU 22.20-04.30

    WIB
    BNI ; SENIN- MINGGU TIDAK ADA

    OFFLINE
    BCA ; SENIN-JUMAT ; 21.00-01.00 WIB
    SABTU ; 22.00-23.15 WIB

    - CARA REFERAL ;

    silahkan bosq login terlebih dahulu di

    akun nya bosq yha ..
    setelah itu bosq bisa klik menu

    Referensi yang ada di dalam akun nya

    bosq yah ..
    Lalu jika sudah di Klik akan muncul

    Kode Refferal Anda ( Silahkan bosq isi

    sesuai dan
    seunik mungkin untuk nama refferal

    nya yha bosq )

    BalasHapus