MAKALAH
PERKEMBANGAN KOGNITIF
PADA MASA KANAK-KANAK
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan aspek yang
tidak pernah lepas dari tahap-tahap kehidupan. Mulai dari masa awal kelahiran
manusia hingga dirinya mampu menjadi manusia seutuhnya yang mampu berkiprah
dalam dunia masyarakat yang sesungguhnya.
Pertumbuhan adalah tahapan kehidupan manusia
ditinjau dari aspek fisik. Sedangkan perkembangan adalah tahap-tahap menuju
kedewasaan yang terdiri dari berbagai macam tinjauan, diantaranya adalah
perkembangan kognitif, afektif ( sosial-emosional ), dan psikomotor.
Masa bayi, balita, anak-anak, remaja, dan dewasa,
diantara kelimanya masa meniru secara identik terjadi pada masa kanak-anak dan
remaja. Namun, pada masa remaja individu sudah dapat dikatakan mampu dalam
memilah dan memilih pergaulan mereka. Sedangkan pada masa kanak-anak, mereka
hanya mampu meniru tanpa mencernanya. Sehingga aspek kognitif yaitu
pengetahuan, sangat diperlukan bagi anak-anak untuk perkembangan mereka. Agar
anak-anak paling tidak bisa mengerti mana perilaku yang baik yang dapat mereka
tirukan, dan mengerti mana perilaku kurang baik yang sebaiknya harus dijauhi
dari masing-masing agen / media sosilaisasi.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan perkembangan
kognitif pada masa kanak-kanak ?
1.2.2
Apa saja aspek-aspek yang mendasari
perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak ?
1.2.3
Bagaimana tahap-tahap perkembangan
kognitif ditinjau dari berbagai aspek ?
1.2.4
Apakah dampak dari ketidakmatangan
perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Memahami
makna dari perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak
1.3.2
Mengetahui aspek-aspek yang mendasari perkembangan kognitif pada
masa kanak-kanak
1.3.3
Memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak
1.3.4
Mengerti dampak dari ketidakmatangan perkembangan kognitif pada masa
kanak-kanak
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Perkembangan Kognitif
Perkembangan merupakan
serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif ( E.B.
Harlock ). Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan
individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal)
dan pengalaman yang merupakan interaksi antara indi i sebelumnya ( Kasiram, 1983 : 23). Sedangkan pengertian
kognitif adalah pengertian vidu dengan
lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif (
dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.
Perkembangan mengandung makna adanya
pemunculan sifat-sifat yang baru, yang berbeda dar yang luas mengenai berpikir
dan mengamati.
Jadi,
perkembangan kognitif adalah Proses perubahan individu dalam hal berfikir dan
mengamati sesuatu hal sehingga muncul sifat-sifat baru yang berbeda dari
sebelumnya.
2.2
Perkembangan Kognitif pada masa kanak-kanak
Jean
Piaget menggambarkan masa kanak-kanak awal sebagai tahap praoperasional (preoperational
stage) yaitu, tahap utama kedua dalam perkembangan kognitif Piaget dimana
seorang anak menjadi lebih canggih dalam menggunakan pemikiran simbolis tetapi
masih belum dapat menggunakan logika. Tahap praoperasional berlangsung pada
usia sekitar 2-7 tahun, ditandai oleh ekspansi besar dalam pemikiran-pemikiran
simbolis, atau kemampuan representasi yang pertama kali muncul pada akhir tahap
sensorimotorik (tahap pertama dalam perkembangan kognitif).
2.3 Aspek-Aspek Perkembangan Kognitif antara lain
sebagai berikut :
2.3.1 Persepsi
Menurut
kamus lengkap psikologi, persepsi adalah:
a) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan
bantuan indera,
b) Kesadaran dari proses-proses organis,
c) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan
arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu,
d) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari
kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang,
e) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta
merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006:358).
2.3.2 Ingatan
Ingatan adalah saat
mempertahankan dan menggambarkan pengalaman masa lalunya dan menggunakan hal
tersebut sebagai sumber informasi saat ini manusia.
2.3.3 Pikiran
Pikiran adalah fenomen yang terjadi dalam proses kimiawi otak secara fisik
tanpa otak, tidak ada pikiran dan kesadaran. Akan tetapi, persepsi spiritual
Timur berbeda.
2.3.4 Simbol
Simbol berarti abstraksi atau representasi dari
suatu hal yang konkrit.
2.3.5 Penalaran
Penalaran adalah bentuk tertinggi dari pemikiran. Secara sederhana
penalaran dapat diartikan sebagai proses pengambilan kesimpulan berdasarkan
proposisi-proposisi yang mendahuluinya.
2.3.6 Pemecahan masalah
Pemecahan masalah adalah suatu cara yang dilakukan seseorang dengan
menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari
situasi yang tidak rutin
2.4 Tahap-tahap Perkembangan ditinjau
dari beberapa Aspek
2.4.1
Aspek Bahasa
Perkembangan bahasa di tingkat pemula ( bayi) dapat dianggap semacam
persiapan berbicara.
a. Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai menangis. Dalam hal ini
tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.
b. Kemudian ia menangis dengan cara yang berbeda-beda menurut maksud yang
hendak dinyatakannya.
c. Selanjutnya ia mengeluarkan bunyi ( suara-suara ) yang banyak ragamnya.
tetapi bunyi-bunyi itu belum mempunyai arti , hanya untuk melatih pernapasan
saja.
d. Menjelang usia pertengahan di tahu pertama, ia meniru suara-suara yang
didengarkannya, kemudian mengulangi suara tersebut, tetapi bukan karna dia sudah mengerti apa yang dikatakan
kepadanya.
Ada dua alasan mengapa bayi belum
pandai berbicara: pertama, alat-alat bicaranya belum sempurna. Kedua, untuk
dapat berbicara, ia memerlukan kemampuan berpikir yang belum dimiliki oleh anak
bayi. Kemampuan berbicara dapat dikembangkan melalui belajar dan berkomunikasi
dengan orang lain secara timbal balik.
Ditingkat pemula ( bayi )
tidak ada perbedaan perkembangan bahasa antara anak yang tuli dengan anak yang
biasa. Anak tuli juga menyatakan perasaan tak senang dengan cara menangis.
sedangkan rasa senangnya dinyatakan dengan berbagai macam suara raban, tetapi
tingkat perkembangan bahasa yang selanjutnya tidak dialami olehnya. Ia tidak mampu
mengulangi suara-suara rabannya dan suara orang lain. Jika ia nanti sudah
besar, ia akan menjadi bisu.
Pada mulanya motif anak mempelajari bahasa adalah agar dapat memenuhi:
- keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya, diri sendiri, dan kawan-kawannya ini terlihat pada anak usia 2 setengah – 3 tahun.
- Memberi perintah dan menyatakan kemauannya.
- Pergaulan sosial dengan orang lain.
- Menyatakan pendapat dan ide-idenya.
Perkembangan bahasa seorang anak menurut Clara dan William Stern, ilmuan
bangsa Jerman, dibagi dalam empat masa, yaitu:.
1.
Kalimat satu kata: satu tahun s.d satu tahun enam
bulan
Dalam masa pertama ini seorang anak mulai mengeluarkan
suara-suara raban yakni permainan dengan tenggorokan, mulut dan bibir supaya
selaput suara menjadi lebih lembut. Selain itu di masa ini seorang anak sudah
dapat menirukan suara-suara walaupun tidak begitu sama persis dengan bunyi
aslinya. Di masa ini juga mulai terbentuknya satu kata. Anak sudah mulai bisa
mengucapkan kata seperti “ibu” dan lainnya.
2.
Masa memberi satu nama: satu setengah tahun s.d dua
tahun
Dalam masa kedua ini terjadi masa apa itu, masa dimana mulai timbul
suatu dorongan dalam diri seorang anak untuk mengetahui banyak hal. Inilah yang
menyebabkan anak akan sering bertanya apa ini? apa itu? siapa ini? dan lainnya.
Dan di masa ini kemampuan anak merangkai kata mulai meningkat. Dulu yang hanya
bisa satu kata, bertambah menjadi dua kata, tiga kata hingga lebih sempurna.
3.
Masa kalimat tunggal: dua tahun s.d setengah tahun.
Dalam masa ketiga ini terdapat usaha anak untuk dapat berbahasa
dengan lebih baik dan sempurna. Anak mulai bisa menggunakan kalimat tunggal
serta menggunakan awalan dan akhiran pada kata. Namun tak jarang anak membuat
kata-kata baru yang lucu didengar dengan menggunakan caranya sendiri.
4.
Masa kalimat majemuk : dua tahun enam bulan dan
seterusnya.
Di tahap ini seorang anak sudah dapat mengucapkan kalimat yang
lebih panjang dan sempurna,baik berupa kalimat majemuk dan berupa pertanyaan,
sehingga susunan bahasanya terdengar lebih sempurna.
2.4.2 Perkembangan Agama
1) Perkembangan Jiwa Beragama
Dalam
rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm,
tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
1. Umur 0 –
3 tahun, periode vital atau menyusuli.
2. Umur 3 –
6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
3. Umur 6 –
12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)
4. Umur 12 –
21 tahun, periode social atau masa pemuda.
5. Umur 21 tahun keatas, periode
dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
Elizabeth B.
Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai
berikut:
1. Masa
Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
2. Masa
Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
3. Masa
Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
4. Masa
Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.
5. Masa
Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun.
6. Masa
Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13 tahun
7. Masa
Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa remaja akhir 17 – 21 tahun.
8. Masa
Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.
9. Masa
Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
10. Masa
Tua, umur 60 tahun keatas.
2) Agama
Pada Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang
dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti
periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari
tiga tahapan:
1. 0 – 2 tahun (masa vital)
2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali
melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada
awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama
sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak
adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum
mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan
maupun yang menyusahkan.
Namun, setelah ia menyaksikan reaksi
orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu
yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan
itu tumbuh.
Perasaan si anak terhadap orang
tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam
emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur
dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan
fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek
yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan
bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum
usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha
menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran
mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus
tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi
didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak
mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada
masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif
(cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
3) Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa
beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
a. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 –– 6 tahun, konsep mengeanai
Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi
agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng-
dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang
ada dalam dongeng- dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih
tertuju pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan cerita akan lebih
menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa
kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan
teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual,
emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak
tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan
dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan
menggunakan pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris
bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan
logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan
melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
c. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki
kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep
keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
Ø Konsep
ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil
fantasi.
Ø Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan
dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
Ø Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik,
yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati
ajaran agama.
Berkaitan dengan masalah ini, Imam
Bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian,
yaitu:
a. Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama
pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani.
Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah
meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas
tuhannya.
b. Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum
banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan
ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan
iqamah saat kelahiran anak.
c. Fase kanak- kanak
Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk
menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia
luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang
disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan-
ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa
kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman
dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam
memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama
sekalipun sifatnya hanya meniru.
d. Masa anak sekolah
Seiring dengan perkembangan aspek-
aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang
semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya
yang semakin berkembang.
2.4.3 Sifat agama pada anak
Sifat keagamaan pada anak dapat
dibagi menjadi enam bagian:
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak
begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan
keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran
kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan
moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan
hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam
hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara
khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat
konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi
antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari
keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat
etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada
umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain,
pertanyaan anak mengenai (bagaimana) – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih
menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang
masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng-
dongeng.
d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian
besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal
kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan
berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka.
Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa
dilakukan (tidak asing baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh
anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang
peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak
berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda
dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa,
rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada
keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada
mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua
dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.
2.5
Pendekatan-pendekatan Kognitif pada masa kanak-kanak
Dalam perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak,
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan:
1.
Pendekatan Piaget : Anak operasional
konkret
Tahap
operasional konkret merupakan tahapan ketiga perkembangan kognitif Piaget
(rata-rata usia 7-12 tahun) dimana anak berkembang dalam hal logika tetapi
bukan pemikiran yang abstrak.
Anak-anak
pada usia dini dapat berpikir dengan logis karena tidak terlalu egosentris dari
sebelumnya dan dapat mempertimbangkan banyak aspek dari situasi. Namun
demikian, pemikiran mereka masih terbatas pada situasi-situasi nyata saat ini
dan sekarang.
2. Pendekatan
Pemrosesan Informasi: Ingatan dan keterampilan
- Anak membuat kemajuan yang stabil dalam kemampuan memproses dan mempertahankan informasi
- Metamemori : pemahaman mengenai proses ingatan
- Metakognisi : kesadaran seseorang akan proses mentalnya sendiri
- Strategi mnemonic : teknik untuk membantu ingatan
- Contoh stratgi mnemonic: penggunaan alat-alat bantu eksternal (mis: catatan), pengulangan (mis: mengucapkan secara berulang-ulang), organisasi (mis: mengelompokkan informasi ke dalam berbagai kelompok seperti hewan, tumbuhan, dll) , dan elaborasi (mis: mengaitkan item dengan sesuatu yang mudah diingat seperti sebuah frasa, tempat, atau kisah).
- Anak membuat kemajuan yang stabil dalam kemampuan memproses dan mempertahankan informasi
- Metamemori : pemahaman mengenai proses ingatan
- Metakognisi : kesadaran seseorang akan proses mentalnya sendiri
- Strategi mnemonic : teknik untuk membantu ingatan
- Contoh stratgi mnemonic: penggunaan alat-alat bantu eksternal (mis: catatan), pengulangan (mis: mengucapkan secara berulang-ulang), organisasi (mis: mengelompokkan informasi ke dalam berbagai kelompok seperti hewan, tumbuhan, dll) , dan elaborasi (mis: mengaitkan item dengan sesuatu yang mudah diingat seperti sebuah frasa, tempat, atau kisah).
3. Pendekatan
Psikometrik : Pemgukuran kecerdasan
Ada
beberapa teori menurut para tokoh yang membahas tentang pendekatan psikometrik.
1)Teori kecerdasan Triarchic dari
Sternberg, ada 3 unsur kecerdasan yaitu:
a.Componential
Merupakan aspek analitis dari kecerdasan. Tes-tes IQ konvensional hanya mengukur unsur ini.
b. Experimental
Merupakan aspek perspektif atau kreatif dari kecerdasan
c. Contextual
Merupakan aspek praktis dari kecerdasan. Praktis: menentukan bagaimana orang-orang menangani lingkungannya.
Merupakan aspek analitis dari kecerdasan. Tes-tes IQ konvensional hanya mengukur unsur ini.
b. Experimental
Merupakan aspek perspektif atau kreatif dari kecerdasan
c. Contextual
Merupakan aspek praktis dari kecerdasan. Praktis: menentukan bagaimana orang-orang menangani lingkungannya.
2)
Teori kecerdasan majemuk dari Gardner,
ada delapan kecerdasan, yaitu:
a. linguistik (kemampuan menggunakan dan memahami kata-kata dan nuansa makna),
b. logika-matematika (kemampuan untuk memanipulasi angka dan memecahkan masalah logika),
c. spasial (kemampuan mencari jalan di seputar lingkungan dan menilai hubungan antara objek dalam ruang),
d. musikal (kemampuan mempersepsikan dan menciptakan pola-pola nada dan ritme),
e. tubuh-kinestetik (kemampuan bergerak dengan ketepatan),
f. interpersonal (kemampua untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain),
g. intrapersonal (kemampuan untuk memahami diri),
h. naturalis (kemampuan membedakan berbagai spesies dan karakteristiknya)
a. linguistik (kemampuan menggunakan dan memahami kata-kata dan nuansa makna),
b. logika-matematika (kemampuan untuk memanipulasi angka dan memecahkan masalah logika),
c. spasial (kemampuan mencari jalan di seputar lingkungan dan menilai hubungan antara objek dalam ruang),
d. musikal (kemampuan mempersepsikan dan menciptakan pola-pola nada dan ritme),
e. tubuh-kinestetik (kemampuan bergerak dengan ketepatan),
f. interpersonal (kemampua untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain),
g. intrapersonal (kemampuan untuk memahami diri),
h. naturalis (kemampuan membedakan berbagai spesies dan karakteristiknya)
2.6 Kemajuan pemikiran Praoperasional menurut Piaget :
1. Fungsi simbolis (Symbolic function)
Kemampuan anak menggunakan representasi mental
(kata-kata, angka, atau gambar). Anak dapat membayangkan bahwa benda atau orang
memiliki properti-properti selain dari sebenarnya mereka miliki.
Contoh
: Romi berpura-pura bahwa sepotong pisang adalah sebuah penyedot debu yang
“menderu” diatas meja makan.
- Pemanahaman identitas
Kemampuan anak menyadari bahwa perubahan artifisial
tidak akan mengubah sifat suatu hal.
Contoh
: Antonio tahu bahwa meskipun gurunya berpakaian seorang bajak laut, dibalik
kostum itu gurnya tetap menjadi seorang guru bukan bajak laut.
- Pemahaman sebab-akibat (transduction)
Kemampuan
anak secara mental untuk mengkaitkan fenomena partikular, terlepas dari atau
ada atau tidaknya sebab-akibat yang logis. Contoh : ketika melihat ada bola
yang menggelinding dari balik dinding, Rafi mencari orang yang menendang bola
tersebut dibalik dinding.
- Pemahaman terhadap angka
Kemampuan anak untuk dapat menghitung dan menangani
kuantitas.
Contoh
: Lisa membagi beberapa permen dengan temannya, menghitung untuk memastikan
bahwa masing-masing temannya mendapatkan jumlah yang sama.
- Kemampuan mengklasifikasikan
Kemampuan anak untuk mengorganisasikan benda-benda,
orang, dan kejadian ke dalam kategori yang bermakna.
Contoh
: Rosa memilah-milah biji cemara yang ia kumpulkan ketika berjalan-jalan sesua
dengan ukurannya yang besar atau kecil.
- Empati
Kemampuan anak utuk mulai lebih bisa membayangkan
apa yang dirasakan oleh orang lain.
Contoh
: Emi berusaha menghibur temannya ketika ia melihat temnnya itu sedang sedih.
- Teori tentang pikiran
Kemampuan anak untu menyadari aktivitas mental dan
fungi dari pikiran.
Contoh
: Bianca ingin menyimpan kue untuk dirinya sendiri sehingga ia menyembunyikan
kuenya dari kakanya di kotak pasta. Ia tahu bahwa kuenya akan aman karena
kakanya tidak akan mencari kue di tempat di mana ia tidak mengharapkan akan
menemukan kue.
2.7
Aspek-aspek ketidakmatangan
kognitif pada masa kanak-kanak
- Centration : Anak hanya berfokus pada satu aspek dari situasi dan mengabaikan aspek-aspek lainnya. Ketidakmampuan untuk decenter (berfikir mengenai berbagai aspek dari sebuah situasi pada saat yang bersamaan). Contoh : Timothy menggoda adiknya dengan mengatakan bahwa ia memiliki jus yang lebih banyak karena jusnya dituang kedalam gelas yang kurus dan tinggi sementara jus adiknya dituang kedalam gelas yang pendek dan lebar.
- Irreversabilitas : kegagalan anak dalam memahami bahwa sebuah operasi dapat berlangsung dua arah atau lebih.Contoh : Timothy tidak menyadari bahwa jus dalam setap gelas bisa dituang kembali dalam kotak asalnya, menyanggah klaimnya bahwa ia mendapatkan lebih banyak dari adiknya.
- Fokus pada keadaan daripada transformasi : anak gagal dalam memahami signifikasi transformasi diantara beberapa keadaanContoh : Dalam tugas konservasi, Timothy tida memahami bahwa mengubah bentuk zat cair (menuangkan dari satu wadah ke wadah lain) tidak mengurangi jumlahnya.
- Penalaran transduktif : Anak tidak menggunakan penalaran deduktif ataupun induktif ; tetapi mereka melompat dari satu pasrtikular lain melihat sebuah kausal meskipun pada kenyataannya tidak ada.Contoh : Sarah bersikap kasar kepada saudaranya. Kemudian saudaranya jatuh sakit. Sarah menyimpulkan bahwa ia menyebabkan saudaranya jatuh sakit.
- Egosentris : Anak mengasumsikan bahwa semua orang lain befikir, mempersepsi, dan merasa hal yang sama dengan mereka.Contoh : Kara tiak menyadari bahwa ia perlu membalik buku yang dipegangnya sehingga ayahnya melihat gambar yang ia tanyakan. Ia bahkan memegang buku tersebut tepat didepannya, sehingga hanya ia yang bisa melihat gambaranya.
- Animisme : Anak mengatribusikan kehidupan pada benda-benda mati. Contoh : Amanda mengatakan bahwa pagi ingin muncul tetapi malam berkata “aku tidak akan pergi”.
- Ketidakmampuan membedakan tampilan luar dengan realitas : anak bingung mengenai apa yang nyata melalui tampilan luar.Contoh : Ami bingung ketika melihat gabus yang dibentuk mirip batu. Ia menyatakan bahwa itu keliahtan seperti batu, dan itu memang benar-benar batu.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan
kognitif pada masa kanak-kanak merupakan suatu perkembangan yang menggambarkan
suatu ilmu pengeteahuan dan teknologi di masa kanak-kanak.
Dalam
realitanya perkembangan kognitif mempunayai beberapa tahapan untuk mencapai
kepribadian yang sempurna. Jika proses perkembangan tersebut tidak dilakukan
secara maksimal, maka akan timbul kegagalan dalam pembentukan kepribadian yang
utuh.
3.2 Saran
Penulis
menyadari bahwa pembuatan makalah Perkembangan Kognitif Pada Masa Kanak-kanak
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Sunarto,
H. Hartono B. Agung. 2002. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta
Ø Hurlock,
EB. 1990. Psikologi Alih Bahasa. Isawidayanti
dan Soedjarwo, Jakarta. Erlangga
Ø http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2253033-pengertian-pemecahan-masalah/#ixzz25jhNO8Me
Tidak ada komentar:
Posting Komentar