PERKEMBANGAN KOGNITIF
PADA MASA REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa penentu jati diri
seseorang. Pada masa ini seorang remaja di tuntut untuk menentukan kehidupannya
yang akan dijalani di masa yang akan datang. Karena pada masa ini bisa
dikatakan sebagai ambang masa dewasa dimana usia remaja yang mendekati usia
kematangan yang sah. Para remaja cenderung di haruskan untuk mengembangkan
ketrampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial.
Salah satu
tugas perkembangan remaja yang harus dilaluinya adalah mampu berfikir secara
lebih dewasa dan rasional, serta memiliki perkembangan yang lebih matang dalam
menyelesaikan masalah. Dengan kata lain remaja harus memiliki kemampuan
intelektual serta konsepsi yang dibutuhkan untuk menjadi warga masyarakat yang
baik. Karena semakin banyak kemampuan intelektual, tanggapan serta gagasan
seorang remaja maka semakin luaslah alam internal kognitif remaja tersebut.
Perkembangan bahasa juga mempengaruhi kegiatan
kognitif. Karena semakin besar kemampuan berbahasa untuk mengungkapkan gagasan
semakin meningkatlah kemahiran untuk menggunakan kemampuan kognitif secara
efisien dan efektif.
Selain
itu perkembangan kognitif juga
dipengaruhi egosentrisme karena ketika egosentrisme terjadi saat itu remaja
tengah mengalami perkembangan kognitif berupa pemikiran operasional formal.
Kognisi
sosial serta pemrosesan informasi dan intelgen turut mempengaruhi perkembangan
kognitif pada masa remaja. Karena kognisi sosial mengacu pada bagaimana remaja
memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka, dengan lingkungan sosial
remaja bisa lebih mudah dalam beradaptasi dengan masyarakat. Dari kognisi
sosial tersebut remaja bisa mengembangkan kognitifnya dari teman atau relasi
dengan cara bertukar pendapat pemikiran. Dan dengan pemrosesan informasi remaja
lebih mudah memproses informasi tentang dunia mereka sehingga bisa dengan cepat
mengembangkan kognitifnya dengan terserapnya informasi-informasi baru.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan masa remaja dan perkembangannya.
2. Apa definisi intelektual (kognitif) serta pengembangannya pada masa remaja
3. Apa pengaruh perkembangan bahasa dalam dunia pendidikan dan lingkungan masyarakat.
4. Seberapa besar pengaruh bahasa dalam kegiatan kognitif pada masa remaja.
5 Bagaimana implikasi perkembangan
kognitif dan egosentrisme pada masa remaja.
6
Bagaimana hubungan kognisi sosial dalam kegiatan kognitif
7. Bagaimana pemrosesan informasi dan intelegensi juga berhubungan perkembangan kognitif.
8. Bagaimana
hubungan intelek (kognitif) dan tingkah laku, karakteristik perkembangan intelek remaja dan
faktor-faktor yang mempengaruhi, perbedaan individu dalam kemampuan dan
perkembangan intelek, serta usaha-usaha yang membantu pengembangannya dalam
proses pembelajaran.
1.2 Tujuan
Masalah
Sejalan dengan rumusan masalah
diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikannya:
1. Untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan masa remaja dan perkembangannya.
2. Untuk
mengetahui definisi intelektual (kognitif) serta pengembangannya pada masa
remaja
3. Untuk
mengetahui perkembangan bahasa dalam dunia pendidikan dan lingkungan
masyarakat.
4. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh bahasa dalam kegiatan kognitif pada masa
remaja.
5. Untuk
mengetahui implikasi perkembangan kognitif dan egosentrisme pada masa remaja.
6. Untuk mengetahui kognisi sosial dalam
kegiatan kognitif
7. Untuk
mengetahui bahwa pemrosesan informasi dan intelegensi juga berhubungan
perkembangan kognitif.
8. Untuk
memahami hubungan intelek (kognitif) dan tingkah laku, karakteristik
perkembangan intelek remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhi, perbedaan
individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek, serta usaha-usaha yang
membantu pengembangannya dalam proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Makna
Masa Remaja
Masa remaja atau
adolescence adalah periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga
masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan
berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun. Periode ini bukan hanya ditandai dengan
perubahan fisik dan fungsi organ seks yang meningkat tapi juga pencapaian
kemandirian dan identitas yang menonjol. Pemikiran mereka menjadi semakin
logis, abstrak, dan idealistis.
Selain itu pada masa ini para remaja mengalami perkembangan kognisi sosial yang unik, mereka juga mengalami krisis identitas. Tuntutan untuk menjadi manusia yang berpikir dewasa dimulai pada saat ini. Dengan perkembangan bentuk tubuh, kapasitas otak, menjadikan remaja memperoleh tugas perkembangan yang lebih dari masa kanak-kanak. Mereka akan mulai mempersiapkan karir, pernikahan, tak janggal bila pada masa ini remaja berusaha berteman sebanyak-banyaknya dan mencari pengalaman yang mendewasakannya. Prestasi pun mereka kejar demi mendapatkan kepuasan akan pengakuan khalayak disekitarnya.
Selain itu pada masa ini para remaja mengalami perkembangan kognisi sosial yang unik, mereka juga mengalami krisis identitas. Tuntutan untuk menjadi manusia yang berpikir dewasa dimulai pada saat ini. Dengan perkembangan bentuk tubuh, kapasitas otak, menjadikan remaja memperoleh tugas perkembangan yang lebih dari masa kanak-kanak. Mereka akan mulai mempersiapkan karir, pernikahan, tak janggal bila pada masa ini remaja berusaha berteman sebanyak-banyaknya dan mencari pengalaman yang mendewasakannya. Prestasi pun mereka kejar demi mendapatkan kepuasan akan pengakuan khalayak disekitarnya.
Masa remaja
merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak dan masa ke dewasa,
dimulai dari pubertas, yang ditandai dengan perubahan yang pesat dalam berbagai
aspek perkembangan, baik fisik maupun psikis.
Masa remaja
disebut juga adolescence yang berarti pertumbuhan ke arah pematangan. Masa ini
adalah periode antara permulaan pubertas dengan kedewasaan yang secara
kasar antara usia 14-25 tahun untuk
laki-laki dan antara usia 12-21 untuk perempuan.
Untuk
memahami masa remaja ini, pada paparan berikut dijelaskan tentang pendapat atau
pandangan para ahli (filsafat, antropologi, dan psikologi), yaitu sebagai
berikut:
1. Aristoteles, berpendapat bahwa aspek
terpenting bagi remaja adalah kemampuannya untuk memilih dan determinasi diri
(selft-determination) sebagai tanda kematangannya.
2. Jean-Jacques Rousseau, berpendapat bahwa pada
usia 15-20 tahun, individu sudah matang emosinya, dan dapat mengubah sikap
selfishness (memerhatikan atau mementingkan diri sendiri) ke interest in others (memerhatikan orang
lain).
3. Stanley Hall, sebagai pionir dalam studi
ilmiah tentang remaja berpendapat bahwa adolesen adalah masa strom and stress,
masa penuh konflik, yaitu sebagai periode yang berada dalam dua situasi, antara
kegoncangan, penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang
dewasa.
4. Margaret Mead, seorang ahli antropologi yang
mempelajari masa adolesen di Samoa. Dia berpendapat bahwa hakikat dasar
adolesen bukan biologis tetapi sosial budaya. Menurut dia bahwa remaja Samoa
itu tidak berada dalam suasana strom and stress, bahkan sebaliknya, mereka
hidupnya relatif bebas dari kegelisahan atau stres (tetapi setelah ada
penelitian berikutnya, kira-kira dua dasawarsa setelah itu, kondisi perilaku
adolesen telah berubah).
5. Jacqueline Lerner dan kawan-kawan (2009)
sebagai ahli yang mempromosikan Positive Youth Development (PYD) berpendapat
bahwa remaja memiliki lima karakteristik positif, yaitu
(a)
Competence, remaja memiliki persepsi
positif terhadap aspek sosial, akademik, fisik, karier, dan sebagainya
(b)
Confidence, remaja memiliki hubungan
positif, seperti memiliki self-worth dan self-efficacy
(c)
Connection, remaja memiliki hubungan positif dengan orang lain, seperti dengan
keluarga, teman sebaya, guru, dan yang lainnyadalam kehidupan masyarakat
(d)
Character, remaja memiliki sikap respek terhadap peran-peran sosial, memahami
benar-salah atau baik-buruk, dan memiliki integritas
(e)
Caring/compassion, remaja menunjukkan perhatian emosional terhadap orang lain,
terutama pada saat mereka sedang berada dalam keadaan duka cita (distress).
2.2 Pengertian Perkembangan Remaja
Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan
progresif yang terjadi pada remaja karena adanya proses kematangan belajar.
Perkembangan bukan sekedar penambahan tinggi badan pada fisik remaja melainkan
suatu proses integrasi dari organisasi atau struktur dan fungsi tingkah laku
yang komplek dari remaja yang bersangkutan, mengarah pada tingkat yang lebih
tinggi dan bersifat menetap beserta tidak dapat diputar kembali.
2.3
Perkembangan Intelektual (Kognitif) Pada Masa Remaja
2.3.1
Pengertian Intelektual
Intelektual
adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan,
mengagas, atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan.
Menurut
English dan English dalam bukunya “ A Comprehensive Dictionary of Psychological
and Psychoanalitical Term”. Intelek (kognitif) berarti:
1.
Kekuatan mental dimana manusia dapat berpikir
2.
Suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama
untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir
3.
Kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk
berpikir
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the
American Language istilah intellect berarti kecakapan untuk berpikir mengamati atau mengerti kecakapan untuk
mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan dan sebagainya
2.3.2 Perkembangan
Intelektual (Kognitif) Pada Masa Remaja
Pada usia
remaja secara mental anak telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan
yang abstrak. Dengan kata lain, berfikir operasi formal lebih bersifat
hipotesis dan abstrak serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah
daripada berfikir konkrit.
Pada periode
ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola fikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berfikir para
remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangankan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat
atau hasilnya.
Para remaja
tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses
informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka
juga tidak mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri
dengan lingkungan sekitar mereka.
Secara kritis, remaja akan lebih
banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang
selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai
melihat adanya kenyataan lain diluar dari yang selama ini diketahui dan
dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan
beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan sering
kali membingungkan terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan
tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Tidak sedikit anak remaja yang
berupaya menentukan pilihan-pilihan kegiatannya atas dasar pertimbangan yang
rasional, baik dari sisi kompetensi pribadi dan minatnya terhadap pilihan
tersebut.
Contohnya pertama, apabila disekolah terdapat bermacam-macam program
ekstrakurikuler maka anak tersebut berupaya memilih salah satu ekstrakurikuler
yang diminatinya serta sesuai dengan kemampuan dirinya, tidak lagi atas dasar
pilihan orang tuanya.
Contoh kedua, dalam hal memilih sekolah. Tidak sedikit remaja yang memilih
sekolah atas dasar pertimbangan hal-hal yang ada dalam pribadinya bukan karena
pilihan ditentukan oleh orang tuanya, walaupun juga masih ada remaja yang
menurut apa yang menjadi pilihan, apa yang menjadi ketentuan, serta apa yang
menjadi harapan orang tua bagi dirinya.
Rasa ingin tahu yang besar karena
reamaja berada pada perkembangan kognitif yang fleksibel, maka remaja memiliki
rasa ingin tahu yang besar. Bila rasa ingin tahu itu diarahkan ke hal-hal yang
positif maka itu akan sangat membentuk dirinya dengan baik.
Misal, penelitian ilmiah, lintas alam, dan sebagainya.
Tapi apabila rasa ingin tahu itu disalurkan dengan cara yang negatif maka
hal itu bisa merusak dirinya sendiri.
Misal, merokok, memakai narkoba, menonton film porno, melakukan seks bebas
yang merupakan tindakan yang dilakukan remaja karena berawal dari rasa ingin
tahu yang besar.
Penyebab
lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orang tua yang cenderung masih
memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasaan
dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya,
seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak sehingga saat
mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berfikir kritis dan mampu untuk
menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik. Untuk itu, sekolah, keluarga,
lingkungan punya tanggung jawab untuk membimbing remaja dengan benar.
Menurut Jean Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif. Piaget
yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke
dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi
ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Dalam
pandangan Piaget, perkembangan mental pada hakekatnya adalah perkembangan
kemampuan penalaran logis (development of ability to reason logically).
Baginya, makna berpikir dalam proses mental tersebut jauh lebih penting dari
sekedar mengerti. Proses perkembangan mental bersifat universal dalam tahapan
yang umumnya sama, tatapi dengan berbagai cara ditemukan adanya perbedaan
penampilan kognitif pada tiap kelompok manusia. Sistem persekolahan dan keadaan sosial ekonomi mempengaruhi
terjadinya perbedaan pada perkembangan anak, demikian pula dengan budaya,
sistem nilai, dan harapan dalam masyarakat masing-masing.
Tahap
sensorimotor berlangsung sejak lahir hingga usia 2 tahun, tahap praoperasional
berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun, tahap operasional konkret pada usia 7
hingga 11 tahun, dan yang terakhir tahap operasional formal yang berlangsung
pada masa remaja, usia 11 hingga 15 tahun. Pada tahap terakhir tersebut,
individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir
secara abstrak dan lebih logis. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kecerdasan
kognitif manusia pada tahap remaja ini telah sampai ke tahap maksimal.
Tahap
kognitif ini menunjukkan para remaja berfikir tentang fikiran itu sendiri,
mempelajari tatabahasa yang kompleks, konsep matematik dan mengendalikan tugas
mental dengan menggunakan konsep serta fikiran yang kompleks. Individu telah
dapat mencari jalan untuk menyelesaikan masalah berdasarkan rasional dan lebih
bersifat sistematik.
Menurut
Piaget, seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku
adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif
membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak
langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah
mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide
lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut.
Seorang
remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja
mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.Perkembangan
kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,
berpikir, dan bahasa. Piaget
mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu
interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang
semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak.
Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal.
Tahap
formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir
secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual,
serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal
remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu
menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan
seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja
berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang
masih berupa rencana atau suatu bayangan. Remaja dapat memahami bahwa tindakan
yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari
tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada
tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka
sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan
kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja
untuk berpikir lebih logis.
Remaja
sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu
membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan.
Salah
satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya
ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme.Yang
dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah ketidakmampuan melihat suatu hal
dari sudut pandang orang lain.
Ciri-ciri pemikiran operasional
formal:
1. Abstrak
Remaja akan berpikir lebih abstrak
dibandingkan anak-anak. Remaja tak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan
konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka dapat membayangkan suatu rekaan,
kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi
abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis.
2. Idealistis
Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini. Contohnya berfantasi akan masa depan, mengkhayal tentang sesuatu hal yang tidak dimilikinya. Mereka menjadi tidak sabar dengan patokan ideal yang dimilikinya dan bingung patokan ideal manakah yang akan dipegangnya.
3. Logis
Remaja akan berpikir logis, mulai berpikir layaknya ilmuwan yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah. Piaget menyebutkan hal ini dengan pemikiran deduktif hipotesis. Penalaran deduktif hipotesis (Hypothetical deductive reasoning) adalah konsep operational formal Piaget yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudia mereka menarik kesimpulan secara sistematis atau menyimpulkan pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah.
Tahap operasional formal dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Operasional Formal Tahap Awal
2. Idealistis
Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini. Contohnya berfantasi akan masa depan, mengkhayal tentang sesuatu hal yang tidak dimilikinya. Mereka menjadi tidak sabar dengan patokan ideal yang dimilikinya dan bingung patokan ideal manakah yang akan dipegangnya.
3. Logis
Remaja akan berpikir logis, mulai berpikir layaknya ilmuwan yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah. Piaget menyebutkan hal ini dengan pemikiran deduktif hipotesis. Penalaran deduktif hipotesis (Hypothetical deductive reasoning) adalah konsep operational formal Piaget yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudia mereka menarik kesimpulan secara sistematis atau menyimpulkan pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah.
Tahap operasional formal dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Operasional Formal Tahap Awal
Peningkatan
kemampuan remaja untuk berpikir dengan menggunakan hipotesis membuat mereka
mampu berpikir bebas dengan kemungkinan tak terbatas. Pada masa awal ini, cara
berpikir operasional formal mengalahkan realitas, dan terlalu banyak terjadi
asimilasi sehingga dunia dipersepsi secara terlalu subyektif dan idealistis.
2. Operasional Formal Akhir
2. Operasional Formal Akhir
Mengembalikan
keseimbangan intelektual. Remaja pada tahap ini mengujikan hasil penalarannya
pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional formal.
Keseimbangan intelektual terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk
mengakomodasi gejolak kognitif yang dialaminya.
Gagasan
Piaget mengenai pemikiran operasional formal baru-baru ini ditentang. Pada
kenyataanya lebih banyak variasi individual pada pemikiran operasional Piaget.
Hanya satu remaja dari tiga remaja muda yang merupakan pemikir operasional
formal. Jadi tak semua orang menjadi pemikir operasional formal. Karena
pengalaman kebudayaan mempengaruhi para individu mencapai suatu tahap pemikiran
Piagetian. Pendidikan dalam logika sains dan matematika adalah suatu pengalaman
kebudayaan yang penting untuk mengembangkan pemikiran operational formal.
Remaja yang menjadi pemikir operasional formal, proses asimilasi mendominasi perkembangan awal pemikiran operasional formal dan dunia dilihat secara subyektif dan ideal. Belakangan pada masa remaja, ketika keseimbangan intelektual tercapai, individu ini mengakomodasikan pergolakan kognitif yang terjadi.
Pada tahap ini juga, pemikiran baru dihasilkan yaitu berbentuk abstrak, formal dan logik. Walaupun pemikiran operasional formal dimulai sejak masa remaja, pemikiran seperti ini jarang digunakan.
Perkembangan kognitif seseorang itu tidak hanya ditentukan dari pertumbuhan dan kematangan sistem saraf pusat maupun perifer saja, namun juga cara ia memproses informasi, meningkatkan daya ingat dan kapasitas memorinya, dan kedekatannya dengan suatu objek pengetahuan.
Walaupun demikian, tingkat kematangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dan usaha untuk memperbaiki cara belajar dan mengorganisasi memori. Hal ini juga tidak terlepas dari potensi-potensi yang dimilikinya, termasuk bakat tentang pengetahuan tertentu.
Suatu hal yang harus diperhatikan pada perkembangan kognitif remaja adalah bukan pada cara berfikir dan banyaknya informasi yang dikuasainya, namun lebih kepada cara remaja itu menggunakan informasi yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Dalam pandangan Vygotsky, perbedaan dalam kinerja kognitif remaja seringkali dikaitkan kepada fitur-fitur yang lingkungan kognitif dapat dikenali. Pertumbuhan kognitif anak-anak dan remaja dibantu oleh panduan individu yang terampil dalam menggunakan perangkat kebudayaan. Salah satu konsepnya yang penting adalah zona perkembangan proksimal. Perkembangan sosialisasi kognitif menyarankan untuk memberikan perhatian lebih untuk membangun lingkungan yang merangsang perkembangan kognisi dan kepada faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kognisi.
Remaja yang menjadi pemikir operasional formal, proses asimilasi mendominasi perkembangan awal pemikiran operasional formal dan dunia dilihat secara subyektif dan ideal. Belakangan pada masa remaja, ketika keseimbangan intelektual tercapai, individu ini mengakomodasikan pergolakan kognitif yang terjadi.
Pada tahap ini juga, pemikiran baru dihasilkan yaitu berbentuk abstrak, formal dan logik. Walaupun pemikiran operasional formal dimulai sejak masa remaja, pemikiran seperti ini jarang digunakan.
Perkembangan kognitif seseorang itu tidak hanya ditentukan dari pertumbuhan dan kematangan sistem saraf pusat maupun perifer saja, namun juga cara ia memproses informasi, meningkatkan daya ingat dan kapasitas memorinya, dan kedekatannya dengan suatu objek pengetahuan.
Walaupun demikian, tingkat kematangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dan usaha untuk memperbaiki cara belajar dan mengorganisasi memori. Hal ini juga tidak terlepas dari potensi-potensi yang dimilikinya, termasuk bakat tentang pengetahuan tertentu.
Suatu hal yang harus diperhatikan pada perkembangan kognitif remaja adalah bukan pada cara berfikir dan banyaknya informasi yang dikuasainya, namun lebih kepada cara remaja itu menggunakan informasi yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Dalam pandangan Vygotsky, perbedaan dalam kinerja kognitif remaja seringkali dikaitkan kepada fitur-fitur yang lingkungan kognitif dapat dikenali. Pertumbuhan kognitif anak-anak dan remaja dibantu oleh panduan individu yang terampil dalam menggunakan perangkat kebudayaan. Salah satu konsepnya yang penting adalah zona perkembangan proksimal. Perkembangan sosialisasi kognitif menyarankan untuk memberikan perhatian lebih untuk membangun lingkungan yang merangsang perkembangan kognisi dan kepada faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kognisi.
Selanjutnya
the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry membuat pengelompokan
remaja menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
1.
Remaja awal, dengan rentang usia antara
11-13 tahun
2. Remaja pertengahan, dengan rentang usia
antara 14-18 tahun
3. Remaja akhir, dengan rentang usia antara
19-24 tahun
Ø Remaja Awal (11-13 tahun)
Perkembangan Kognitif
Pada tahapan ini, kemampuan berfikir
mulai tumbuh dan pada umumnya sudah mulai berfikir tentang masa depan meskipun
dalam taraf terbatas dan aspek moral selalu menjadi perhatian.
Ø Remaja Pertengahan (14-18 tahun)
Perkembangan Kognitif
Kemampuan berfikir terus meningkat,
sudah mulai mampu menetapkan sebuah tujuan, tertarik pada hal-hal yang lebih
rasional dan mulai berfikir tentang makna sebuah kehidupan
Ø Remaja Akhir (19-24 tahun)
Perkembangan Kognitif
Mereka sudah mulai memiliki
kemampuan untuk memikirkan sebuah ide mulai dari awal sampai akhir, kemampuan
untuk menunda kepuasan atau kegembiraan, mulai peduli pada masa depan dan
berpikir rasional.
Ciri-Ciri
Khusus pada Remaja, antara lain:
- Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
- Emosinya tidak stabil
- Perkembangan Seksual sangat menonjol
- Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
- Terikat erat dengan kelompoknya
Beberapa Sifat Penting pada Masa Remaja
adalah:
- perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
- mulai menyadari akan realitas
- sikapnya mulai jelas tentang hidup
- mulai nampak bakat dan minatnya
Menurut Keat melihat secara umum perkembangan
mental atau perkembangan kognitif sebagai proses-proses mental yang mencakup
pemahaman tentang dunia, penemuan pengetahuan, pembuatan perbandingan,
berpikir, dan mengerti. Dan proses mental tersebut tidak lain adalah proses
pengolahan informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, inteligensia, belajar,
pemecahan masalah dan pembentukan konsep. Lebih menjangkau kreativitas,
imajinasi, dan ingatan
2.7 Perkembangan Bahasa Pada Masa Remaja
2.7.1
Pengaruh Bahasa dalam Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja
Bahasa juga
berfungsi untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosioanal
dan sosial. Dengan perkembangan bahasa, anak akan lebih mengerti orang lain dan
lebih mudah dimengerti oleh orang lain. Semua ini sangat membantu perkembangan
tingkah laku dan sikap sosialnya.
Penggunaan
aspek kebahasaan dalam proses pembelajaran sering berhubungan satu sama
lainnya. Menyimak dan membaca erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan
alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat hubungannya dalam
hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekpresikan makna.
Pengaruh perkembangan bahasa terhadap kognitif cukup menarik untuk dikaji. Pada
usia remaja, kemampuan berbahasa merupakan bagian yang cukup penting dari
perkembangan kognitif karena kemampuan bahasa memang sangat diperlukan untuk
kemampuan kognitif.dan pada tahap selanjutnya konsep perlu diklasifikasikan dan
dikelompokkan. Kegiatan tersebut lebih mudah dilakukan dan hasilnya lebih mudah
dimengerti dengan bantuan bahasa. Lebih-lebih pada usia remaja saat ini
kegiatan menulis dan membaca merupakan bagian penting dar kegiatani kognitif.
Dengan kata lain, bahasa merupakan salah satu alat vital untuk kegiatan
kognitif.
2.7.2 Perkembangan
Bahasa Dalam Pendidikan dan Lingkungan Masyarakat
Bersamaan dengan kehidupan dalam
masyarakat luas, anak remaja mengikuti proses belajar disekolah. Sebagaimana
diketahui dilembaga pendidikan, bahasa diberikan rangsangan yang terarah sesuai
dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan
memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, namun juga secara berencana
merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk didalamnya perilaku berbahasa.
Pengaruh pergaulan dalam masyarakat
(teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi
lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang dalam kelompok sebaya.
Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok tertentu yang
bentuknya amat khusus (bahasa prokem).
Perkembangan bahasa anak dilengkapi
dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat dimana mereka tinggal. Hal ini berarti
bahwa proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan
masyarakat sekitar, akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa.
Bersamaan dengan kehidupannya dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengikuti
proses belajar disekolah.
Masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana serta prasarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karir seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidak mampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.
Implikasi Perkembangan Kognitif dan
Egosentrisme Pada Remaja
Perkembangan kognitif remaja ditandai dengan pemikirannya yang lebih abstrak, idealistis, dan logis dari pada saat masih anak-anak. Pada saat itu pula remaja mengembangkan suatu egosentrisme khusus (adolescence egocentrism) yang disarankan oleh Elkind. Mereka sering merasa diperhatikan lingkungannya baik diri, tingkah laku, penampilan, perbuatan dan sifat mereka. Egosentrisme remaja memiliki dua bagian, yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi.
David Elkind yakin bahwa egosentrisme remaja disebabkan oleh pemikiran operasional formal. Mereka menganggap penonton khayalan disebabkan oleh kemampuan untuk berpikir secara hipotesis (pemikiran operasional formal) dan kemampuan untuk melangkah ke luar dari diri sendiri dan mengantisipasi reaksi-reaksi orang lain dalam keadaan-keadaan khayalan.
Elkind mengatakan bahwa para remaja sering mengada-adakan bayangan sekelompok manusia yang akan mengkritik segala tingkah lakunya sedangkan ini hanyalah bayangan persepsi mereka yang dikuasai oleh egosentrisme remaja.
Jadi implikasi dari perkembangan kognitif dan egosentrisme adalah bahwa egosentrisme terjadi karena remaja tengah mengalami perkembangan kognitif berupa pemikiran operasional formal.
Perkembangan kognitif remaja ditandai dengan pemikirannya yang lebih abstrak, idealistis, dan logis dari pada saat masih anak-anak. Pada saat itu pula remaja mengembangkan suatu egosentrisme khusus (adolescence egocentrism) yang disarankan oleh Elkind. Mereka sering merasa diperhatikan lingkungannya baik diri, tingkah laku, penampilan, perbuatan dan sifat mereka. Egosentrisme remaja memiliki dua bagian, yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi.
David Elkind yakin bahwa egosentrisme remaja disebabkan oleh pemikiran operasional formal. Mereka menganggap penonton khayalan disebabkan oleh kemampuan untuk berpikir secara hipotesis (pemikiran operasional formal) dan kemampuan untuk melangkah ke luar dari diri sendiri dan mengantisipasi reaksi-reaksi orang lain dalam keadaan-keadaan khayalan.
Elkind mengatakan bahwa para remaja sering mengada-adakan bayangan sekelompok manusia yang akan mengkritik segala tingkah lakunya sedangkan ini hanyalah bayangan persepsi mereka yang dikuasai oleh egosentrisme remaja.
Jadi implikasi dari perkembangan kognitif dan egosentrisme adalah bahwa egosentrisme terjadi karena remaja tengah mengalami perkembangan kognitif berupa pemikiran operasional formal.
Teori Kognisi Sosial
Kognisi sosial mengacu pada bagaimana seseorang memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka. Orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat mereka bergabung, dan bagaimana mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain. Pembahasan kognisi sosial terdiri dari bahasan mengenai egosentrime dan pengambil alihan perspektif, teori kepribadian tersirat.
Abstract relations (hubungan abstrak) adalah istilah yang dikemukakan Kurt Fischer mengenai kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan dua gagasan abstrak atau lebih, kemampuan ini seringkali muncul untuk pertama kalinya pada usia antara 14 dan 16 tahun (Fischer, 1980). Misalnya, seorang remaja dalam lingkungan sekolahnya sangat menaati peraturan sekolah salah satunya dengan berpakaian rapi sesuai aturan yang berlaku, sementara dalam pergaulan sosial ia memilih teman yang tidak kuno dan mengenakan pakaian yang aneh-aneh. Dengan memisahkan kedua gagasan abstrak tersebut, ia akan memandang dirinya sebagai individu yang berbeda dalam dua konteks yang berbeda, dan merasa bahwa dalam beberapa hal, ia adalah pribadi yang mengandung kontradiksi.
Pemrosesan informasi sosial memusatkan perhatian pada cara seseorang menggunakan proses kognitifnya, seperti perhatian, persepsi, ingatan, pemikiran, penalaran, harapan dan seterusnya untuk memahami dunia sosial mereka.
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial adalah ciri perkembangan remaja. Pada saat remaja muncul egosentrisme khusus yang menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka.
Egosentrisme khusus meliputi penonton khayalan dan dongeng pribadi (personal fable) tentang makhluk yang unik. Penonton khayalan (imaginary audience) adalah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Gejala penonton khayalan mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian : keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian.
Sedangkan dongeng pribadi adalah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik itulah yang membuat dirinya merasa tak ada orang yang mengerti perasaannya. Mereka mempertahankan rasa unik tersebut dengan mengarang cerita tentang dirinya yang dipenuhi dengan fantasi. Dongeng pribadi biasa ditemukan pada catatan harian.
Perspekrif taking adalah kemampuan untuk mempergunakan cara pandang orang lain dan memahami pemikiran serta perasaan orang tersebut. Remaja lebih hebat dalam pengambilan perspektif daripada anak-anak, namun terdapat tumpang tindih yang cukup besar dalam usia pada waktu kapan seseorang mencapai pengambilan perspektif yang lebih tinggi. Model Selman telah menjadi dasar dalam pemikiran mengenai pengambil alihan perspektif pada remaja.
Tahap pengambil alihan perspektif menurut Robert Selman (1980) dibagi ke dalam lima tahap yang dimulai pada tahap nol pada usia 3-6 tahun. Pada tahap ketiga dan keempat sudah masuk ke dalam usia remaja. Tahap ketiga adalah pengambil alihan perspektif secara mutualis (usia 10-12 tahun), remaja menyadari bahwa baik diri maupun orang lain dapat melihat satu sama lain sebagai objek secara bersamaan (mutualis) dan secara simulan. Remaja dapat melangkah keluar dari hubungan dyad dua orang dan melihat interaksi tersebut dengan perspektif orang ketiga.
Tahap keempat adalah tahap pengambil alihan perspektif tentang sistem sosial dan konvensional (usia 12-15 tahun), remaja menyadari bahwa pengambil alihan perspektif secara mutual tidak selalu menghasilkan pemahaman yang lengkap. Konvensi sosial dilihat sebagai suatu persyaratan mutlak karena konvensi dimengerti oleh semua anggota kelompok (orang lain yang digeneralisasikan). Tanpa memperdulikan posisi, peran, atau pengalaman mereka.
Teori kepribadian tersirat (implicit personality theory) adalah pemahaman atau gambaran mengenai kepribadian, seperti yang dimiliki oleh orang awam. Berbeda dengan anak-anak, remaja cenderung mengartikan kepribadian seseorang dengan cara yang lebih menyerupai pakar teori psikologi kepribadian (Barenboim,1985)
Kognisi sosial mengacu pada bagaimana seseorang memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka. Orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat mereka bergabung, dan bagaimana mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain. Pembahasan kognisi sosial terdiri dari bahasan mengenai egosentrime dan pengambil alihan perspektif, teori kepribadian tersirat.
Abstract relations (hubungan abstrak) adalah istilah yang dikemukakan Kurt Fischer mengenai kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan dua gagasan abstrak atau lebih, kemampuan ini seringkali muncul untuk pertama kalinya pada usia antara 14 dan 16 tahun (Fischer, 1980). Misalnya, seorang remaja dalam lingkungan sekolahnya sangat menaati peraturan sekolah salah satunya dengan berpakaian rapi sesuai aturan yang berlaku, sementara dalam pergaulan sosial ia memilih teman yang tidak kuno dan mengenakan pakaian yang aneh-aneh. Dengan memisahkan kedua gagasan abstrak tersebut, ia akan memandang dirinya sebagai individu yang berbeda dalam dua konteks yang berbeda, dan merasa bahwa dalam beberapa hal, ia adalah pribadi yang mengandung kontradiksi.
Pemrosesan informasi sosial memusatkan perhatian pada cara seseorang menggunakan proses kognitifnya, seperti perhatian, persepsi, ingatan, pemikiran, penalaran, harapan dan seterusnya untuk memahami dunia sosial mereka.
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial adalah ciri perkembangan remaja. Pada saat remaja muncul egosentrisme khusus yang menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka.
Egosentrisme khusus meliputi penonton khayalan dan dongeng pribadi (personal fable) tentang makhluk yang unik. Penonton khayalan (imaginary audience) adalah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Gejala penonton khayalan mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian : keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian.
Sedangkan dongeng pribadi adalah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik itulah yang membuat dirinya merasa tak ada orang yang mengerti perasaannya. Mereka mempertahankan rasa unik tersebut dengan mengarang cerita tentang dirinya yang dipenuhi dengan fantasi. Dongeng pribadi biasa ditemukan pada catatan harian.
Perspekrif taking adalah kemampuan untuk mempergunakan cara pandang orang lain dan memahami pemikiran serta perasaan orang tersebut. Remaja lebih hebat dalam pengambilan perspektif daripada anak-anak, namun terdapat tumpang tindih yang cukup besar dalam usia pada waktu kapan seseorang mencapai pengambilan perspektif yang lebih tinggi. Model Selman telah menjadi dasar dalam pemikiran mengenai pengambil alihan perspektif pada remaja.
Tahap pengambil alihan perspektif menurut Robert Selman (1980) dibagi ke dalam lima tahap yang dimulai pada tahap nol pada usia 3-6 tahun. Pada tahap ketiga dan keempat sudah masuk ke dalam usia remaja. Tahap ketiga adalah pengambil alihan perspektif secara mutualis (usia 10-12 tahun), remaja menyadari bahwa baik diri maupun orang lain dapat melihat satu sama lain sebagai objek secara bersamaan (mutualis) dan secara simulan. Remaja dapat melangkah keluar dari hubungan dyad dua orang dan melihat interaksi tersebut dengan perspektif orang ketiga.
Tahap keempat adalah tahap pengambil alihan perspektif tentang sistem sosial dan konvensional (usia 12-15 tahun), remaja menyadari bahwa pengambil alihan perspektif secara mutual tidak selalu menghasilkan pemahaman yang lengkap. Konvensi sosial dilihat sebagai suatu persyaratan mutlak karena konvensi dimengerti oleh semua anggota kelompok (orang lain yang digeneralisasikan). Tanpa memperdulikan posisi, peran, atau pengalaman mereka.
Teori kepribadian tersirat (implicit personality theory) adalah pemahaman atau gambaran mengenai kepribadian, seperti yang dimiliki oleh orang awam. Berbeda dengan anak-anak, remaja cenderung mengartikan kepribadian seseorang dengan cara yang lebih menyerupai pakar teori psikologi kepribadian (Barenboim,1985)
Remaja
mengartikan kepribadian dengan tiga cara yang berbeda dibandingkan dengan
anak-anak. Pertama, ketika mendapatkan informasi ia akan mempertimbangkan
informasi yang ada padanya dengan informasi yang baru didapat. Kedua, remaja
cenderung lebih mengenali perbedaan konstektual atau situasional dari
kepribadian, dan tidak beranggapan bahwa kepribadian bersifat tetap. Ketiga,
remaja cenderung mencari ciri kepribadian yang lebih mendalam, kompleks, bahkan
tersembunyi.
Pemrosesan Informasi dan Intelegensi
a. Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi adalah suatu kerangka berpikir mengenai perkembangan remaja, sekaligus juga suatu faset perkembangan tersebut. Pemrosesan informasi terdiri dari gagasan-gagasan tertentu mengenai jalan pemikiran remaja dan metode terbaik untuk mempelajarinya.
Pemrosesan informasi berkaitan dengan bagaimana individu memproses informasi tentang dunia mereka. Bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, lalu disimpan dan diolah. Lalu bagaimana informasi tersebut diambil kembali untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kompleks seperti memecahkan masalah dan berpikir.
Prinsip behaviorisme dan belajar yang tradisional tidak banyak menjelaskan hal yang terjadi dalam pemikiran seseorang. Sedangkan teori perkembangan kognitif Piaget memberi garis besar perubahan kognisi, tetapi tidak menjelaskan sejumlah rincian penting mengenai langkah-langkah yang dilalui dalam menelaah informasi. Pandangan pemrosesan informasi mencoba memperbaiki kekurangan teori behaviorisme tradisional dan teori Piaget, pandangan ini menguraikan proses-proses mental dan mengajukan penjelasan rinci mengenai cara kerja proses-proses tersebut dalam situasi yang konkret (Siegler, 1995).
Tiga perubahan perkembangan dalam hal pemrosesan informasi pada remaja : remaja memproses informasi lebih cepat, memiliki kapasitas pemrosesan yang lebih besar, dan menunjukkan otomatisasi yang lebih besar dalam memproses informasi dibanding anak-anak.
a. Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi adalah suatu kerangka berpikir mengenai perkembangan remaja, sekaligus juga suatu faset perkembangan tersebut. Pemrosesan informasi terdiri dari gagasan-gagasan tertentu mengenai jalan pemikiran remaja dan metode terbaik untuk mempelajarinya.
Pemrosesan informasi berkaitan dengan bagaimana individu memproses informasi tentang dunia mereka. Bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, lalu disimpan dan diolah. Lalu bagaimana informasi tersebut diambil kembali untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kompleks seperti memecahkan masalah dan berpikir.
Prinsip behaviorisme dan belajar yang tradisional tidak banyak menjelaskan hal yang terjadi dalam pemikiran seseorang. Sedangkan teori perkembangan kognitif Piaget memberi garis besar perubahan kognisi, tetapi tidak menjelaskan sejumlah rincian penting mengenai langkah-langkah yang dilalui dalam menelaah informasi. Pandangan pemrosesan informasi mencoba memperbaiki kekurangan teori behaviorisme tradisional dan teori Piaget, pandangan ini menguraikan proses-proses mental dan mengajukan penjelasan rinci mengenai cara kerja proses-proses tersebut dalam situasi yang konkret (Siegler, 1995).
Tiga perubahan perkembangan dalam hal pemrosesan informasi pada remaja : remaja memproses informasi lebih cepat, memiliki kapasitas pemrosesan yang lebih besar, dan menunjukkan otomatisasi yang lebih besar dalam memproses informasi dibanding anak-anak.
Sedangkan menurut Robbie Case
(1985), remaja memiliki semakin banyak sumber kognitif yang tersedia karena
meningkatnya otomatisasi, kapasitas pemrosesan dan keakraban dengan materi
pengetahuan.
Dalam pemrosesan informasi terdapat dua proses kognitif yang sangat penting yaitu atensi dan memori. Atensi adalah pemusatan atau pemfokusan usaha mental yang bersifat selektif dan beralih. Sedangkan memori adalah penyimpanan informasi sepanjang waktu yang merupakan pusat bagi kehidupan mental dan pemrosesan informasi. Memori terbagi menjadi dua yaitu memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Atensi dan memori terjadi agak cepat ketika remaja menelaah informasi atau menyelesaikan suatu masalah, maka pemecahan dan pemantauan kognitif berperan bagi remaja dalam memantau untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan mereka.
Pemantauan kognitif (cognitive monitoring) adalah proses pencatatan hal-hal yang sedang dikerjakan, apa yang akan dikerjakan kemudian, dan seberapa efektif kegiatan mental tersebut berkembang. Pemantauan kognisi selain penting untuk memahami cara remaja memecahkan masalah sosial juga penting dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan aspek non sosial dari inteligensi. Misalnya saat remaja sedang mengerjakan soal matematika, yang terdiri dari banyak soal dan membutuhkan waktu yang panjang, ia akan menentukan jenis masalah yang dikerjakan dan cara terbaik untuk memecahkannya.
Dalam pemrosesan informasi terdapat dua proses kognitif yang sangat penting yaitu atensi dan memori. Atensi adalah pemusatan atau pemfokusan usaha mental yang bersifat selektif dan beralih. Sedangkan memori adalah penyimpanan informasi sepanjang waktu yang merupakan pusat bagi kehidupan mental dan pemrosesan informasi. Memori terbagi menjadi dua yaitu memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Atensi dan memori terjadi agak cepat ketika remaja menelaah informasi atau menyelesaikan suatu masalah, maka pemecahan dan pemantauan kognitif berperan bagi remaja dalam memantau untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan mereka.
Pemantauan kognitif (cognitive monitoring) adalah proses pencatatan hal-hal yang sedang dikerjakan, apa yang akan dikerjakan kemudian, dan seberapa efektif kegiatan mental tersebut berkembang. Pemantauan kognisi selain penting untuk memahami cara remaja memecahkan masalah sosial juga penting dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan aspek non sosial dari inteligensi. Misalnya saat remaja sedang mengerjakan soal matematika, yang terdiri dari banyak soal dan membutuhkan waktu yang panjang, ia akan menentukan jenis masalah yang dikerjakan dan cara terbaik untuk memecahkannya.
Dengan begitu mereka dapat menilai apakah
jalan yang dilakukannya berhasil atau tidak. Orang tua, guru, dan teman sebaya
dapat menjadi sumber yang efektif untuk meningkatkan pemantauan kognitif
remaja. Pengajaran timbal balik adalah strategi pengajaran yang semakin banyak
dipakai.
Berkaitan erat dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat adalah berpikir kritis. Berpikir kritis meliputi kemampuan seseorang untuk memahami makna yang mendalam dari suatu masalah, keterbukaan pikiran terhadap berbagai pendekatan atau pandangan yang berbeda, dan menentukan sendiri hal yang diyakininya. Agar pemikiran kritis dapat berkembang secara efektif, dibutuhkan dasar yang kuat dalam hal keterampilan dan pengetahuan dasar di masa kanak-kanak.
Psikolog kognitif, Robert J. Stenberg (1985), berpendapat bahwa kebanyakan program sekolah tidak mendidik anak untuk berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis remaja dalam kehidupan sehari-hari menurut Stenberg adalah : mengenali ada masalah, mendefinisikan masalah dengan jelas, mengatasi masalah, mengambil keputusan mengenai hal-hal pribadi yang penting, mendapatkan informasi, berpikir dalam kelompok, dan merancang pendekatan jangka panjang untuk masalah jangka panjang.
Menurut pada peneliti, program berpikir kritis akan lebih efektif bila programnya bersifat ”domain-spesific” atau berisi hal-hal yang berkaitan langsung dengan masalah khusus tertentu daripada yang bersifat ”domain-general” atau yang bersifat umum.
Pada masa kini, komputer sangat berperan penting dalam perkembangan pandangan pemrosesan informasi. Komputer memiliki dampak positif sebagai pengajaran, alat multiguna yang juga aspek motivasional dan sosial dari komputer. Meski begitu terdapat pula dampak negatifnya yang mencakup adanya pemecahan dan dehumanisasi terhadap belajar, selain pembentukan kurikulum yang tidak terjamin.
b. Intelegensi
Intelegensi adalah konsep abstrak, yang diukur secara tidak langsung dan mencakup kemampuan verbal, keterampilan memecahkan masalah, dan kemampuan belajar dan menyesuaikan diri terhadap pengalaman hidup sehari-hari. Perilaku yang merupakan indikator inteligensi dapat berbeda-beda antara satu budaya dengan lainnya.
Terdapat perbedaan pandangan dari pandangan Piaget, Vygotsky, teori belajar, teori belajar kognitif, pemrosesan informasi, dan pandangan psikometri.
Tes intelegensi selama ini dimanfaatkan untuk mengetahui indikasi keterbelakangan mental atau bakat seseorang. Keterbelakangan mental (mental reterdaion) adalah keadaan keterbatasan kemampuan mental yang ditandai oleh IQ yang rendah, biasanya di bawah skor 70, dan adanya kesulitan menyesuaikan diri pada kehidupan sehari-hari.
Berkaitan erat dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat adalah berpikir kritis. Berpikir kritis meliputi kemampuan seseorang untuk memahami makna yang mendalam dari suatu masalah, keterbukaan pikiran terhadap berbagai pendekatan atau pandangan yang berbeda, dan menentukan sendiri hal yang diyakininya. Agar pemikiran kritis dapat berkembang secara efektif, dibutuhkan dasar yang kuat dalam hal keterampilan dan pengetahuan dasar di masa kanak-kanak.
Psikolog kognitif, Robert J. Stenberg (1985), berpendapat bahwa kebanyakan program sekolah tidak mendidik anak untuk berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis remaja dalam kehidupan sehari-hari menurut Stenberg adalah : mengenali ada masalah, mendefinisikan masalah dengan jelas, mengatasi masalah, mengambil keputusan mengenai hal-hal pribadi yang penting, mendapatkan informasi, berpikir dalam kelompok, dan merancang pendekatan jangka panjang untuk masalah jangka panjang.
Menurut pada peneliti, program berpikir kritis akan lebih efektif bila programnya bersifat ”domain-spesific” atau berisi hal-hal yang berkaitan langsung dengan masalah khusus tertentu daripada yang bersifat ”domain-general” atau yang bersifat umum.
Pada masa kini, komputer sangat berperan penting dalam perkembangan pandangan pemrosesan informasi. Komputer memiliki dampak positif sebagai pengajaran, alat multiguna yang juga aspek motivasional dan sosial dari komputer. Meski begitu terdapat pula dampak negatifnya yang mencakup adanya pemecahan dan dehumanisasi terhadap belajar, selain pembentukan kurikulum yang tidak terjamin.
b. Intelegensi
Intelegensi adalah konsep abstrak, yang diukur secara tidak langsung dan mencakup kemampuan verbal, keterampilan memecahkan masalah, dan kemampuan belajar dan menyesuaikan diri terhadap pengalaman hidup sehari-hari. Perilaku yang merupakan indikator inteligensi dapat berbeda-beda antara satu budaya dengan lainnya.
Terdapat perbedaan pandangan dari pandangan Piaget, Vygotsky, teori belajar, teori belajar kognitif, pemrosesan informasi, dan pandangan psikometri.
Tes intelegensi selama ini dimanfaatkan untuk mengetahui indikasi keterbelakangan mental atau bakat seseorang. Keterbelakangan mental (mental reterdaion) adalah keadaan keterbatasan kemampuan mental yang ditandai oleh IQ yang rendah, biasanya di bawah skor 70, dan adanya kesulitan menyesuaikan diri pada kehidupan sehari-hari.
Keterbelakangan mental dapat
disebabkan oleh faktor organik dan faktor kultural-familiar. Keterbelakangan
organik adalah keterbelakangan mental yang disebabkan kelainan genetik atau
kerusakan otak, jadi ada kerusakan fisik pada keterbelakangan organik. Down
syndrom termasuk di dalamnya, biasanya memiliki IQ 0-50. Sedangkan
keterbelakangan kultural-familiar adalah keadaan kekurangan mental yang tidak
ditandai dengan kerusakan otak, IQberkisar 50-70. Kemungkinan ini diakibatkan
variasi normal yang memilah-milah individu dalam rentang skor intelegensi di
atas 50, dan berkaitan dengan pengasuhan intelektual di bawah rata-rata.
Sedangkan keberbakatan (giftedness) dialami oleh orang-orang yang kemampuan dan prestasinya menonjol dibandingkan lainnya. Orang berbakat (gifted) memiliki intelegensi di atas taraf rata-rata (ber-IQ 120 atau lebih) dan atau memiliki talenta yang amat menonjol dalam suatu bidang.
Kebanyakan dari kita ingin menjadi remaja yang berbakat sekaligus kreatif. Para pakar yakin intelegensi tidaklah sama dengan kreatifitas. Kreatifitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara yang baru dan tidak lazim dan kemampuan untuk menemukan cara pemecahan unik dalam menghadapi masalah.
Perbedaan intelegensi dan kreatifitas terletak pada cara berpikir konvergen yang menghasilkan suatu jawaban yang benar dan merupakan ciri khas cara berpikir pada tes inteligensi, dan cara berpikir divergen yang menghasilkan banyak jawaban atau jalan keluar bagi pertanyaan yang sama dan lebih merupakan tanda dari kreatifitas.
E. Prestasi dan Perkembangan Karier
a. Prestasi
Remaja adalah masa yang penting dalam hal prestasi (Henderson & Dweck, 1990). Tekanan sosial dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi dalam cara-cara yang baru. Sanggup tidaknya remaja beradaptasi secara efektif pada tekanan akademik dan sosial ditentukan oleh faktor psikologis dan motivasi.
Motivasi adalah mengapa individu bertingkah laku, berpikir, dan memiliki perasaan dengan cara yang mereka lakukan, dengan penekanan pada aktivasi dan arah dari tingkah lakunya.
Setiap remaja memiliki keinginan berprestasi yang berbeda-beda ada yang tinggi, sedang, dan biasa-biasa saja. Mereka itu memiliki motivasi berprestasi yang berbeda. Motivasi berprestasi (achievement motivation) adalah keinginan untuk menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar kesuksesan dan untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk mencapai kesuksesan.
Menurut Matina Horner (1972), perempuan tidak memiliki ungkapan gambaran prestasi yang sama dengan pria. Itu dikarenakan adanya ketakutan akan kesuksesan (fear of succes) yaitu kekhawatiran individu bahwa ia akan ditolak oleh lingkungan sosialnya jika ia sukses. Beberapa tahun kemudian, diketahui bahwa lelaki juga mengalami ketakutan yang sama dengan alasan takut usahanya akan berakhir pada akhir yang tidak memuaskan.
Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk menemukan apa yang menjadi penyebab tingkah laku sebagai bagian dari upayanya untuk memahami tingkah laku tersebut. Aspek yang sangat penting dari penyebab internal dalam berprestasi adalah usaha.
Motivasi berprestasi dibagi menjadi dua jenis utama : motivasi intrinsik yaitu keinginan dalam diri untuk menjadi kompeten dan melakukan sesuatu demi usaha itu sendiri; dan motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan penghargaan eksternal atau untuk menghindari hukuman eksternal, contohnya memberi hadiah bagi remaja berprestasi.
Yang berkaitan erat dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, atribusi dari penyebab internal perilaku dan pentingnya usaha berprestasi adalah orientasi keahlian. Orientasi keahlian menggambarkan anak-anak atau remaja yang berorientasi pada tugas. Mereka disamping terfokus pada kemampuan juga memperhatikan strategi belajarnya. Sedangkan orientasi ketidakberdayaan menandakan remaja yang terjebak dalam kesulitan, mereka menyalahkan ketidakmampuan mereka. Kedua hal tersebut adalah dua respon berbeda yang ditunjukkan remaja pada kondisi sulit dan menantang.
Perhatian khusus diberikan pada prestasi remaja dari berbagai etnis. Sebenarnya prediksi yang paling tepat dibanding etnis adalah kelas sosial. Remaja kelas menengah tampil lebih baik dibanding rekan mereka yang berasal dari kelas ekonomi lemah dalam hal prestasi.
b. Perkembangan Karir
Terdapat tiga teori pokok yang menggambarkan perkembangan karir seseorang, yaitu :
1. Teori Perkembangan Ginzberg
Menurut Eli Ginzberg, terdapat tiga fase perkembangan karir. Pada usia anak hingga 11 tahun, anak masih berada dalam fase fantasi dimana anak sedang membayangkan akan menjadi apa dirinya kelak. Usia 11 hingga 17 tahun, yaitu pada saat remaja mereka berada dalam fase tentatif dalam pemilihan karir yaitu sebuah transisi dari fase fantasi menuju pengambilan keputusan yang realistik pada masa dewasa muda. Remaja mengalami kemajuan dari menilai minat mereka (usia 11-12 tahun), kemajuan pada menilai kemampuan (usia 13-14 tahun), sampai menilai nilai-nilai mereka (usia 15-16 tahun). Semakin dewasa cara berpikir dari yang subyektif menjadi pemilihan karir yang realistik terjadi pada usia 17-18 tahun hingga 20 tahunan. Fase terakhir ini disebut fase realistik.
Ginzberg mengakui bahwa pada individu dari kelas ekonomi menengah ke bawah tidak memiliki pilihan karir sebanyak individu dari kelas menengah ke atas.
2. Teori Konsep Diri Super
Teori ini adalah pandangan Donald Super yang mengatakan bahwa konsep diri individu memainkan peran pokok dalam pemilihan karir. Super percaya banyak perubahan perkembangan dalam konsep diri tentang pekerjaan terjadi pada waktu remaja dan dewasa muda (Super, 1967, 1976).
Pada usia 14-18 tahun, remaja mengembangkan gagasan tentang bekerja yang berhubungan dengan konsep diri global yang sudah mereka miliki, fase ini disebut kristalisasi.
Fase berikutnya adalah pengkhususan yaitu mempersempit pemilihan karir dan memulai perilaku yang memungkinkan mereka memasuki beberapa tipe karir yang terjadi pada usia 18-22 tahun.
Antara usia 21-24 tahun, dewasa muda mulai menyelesaikan pendidikan dan pelatihan, mereka memasuki dunia kerja. Fase ini disebut implementasi. Barulah pada usia 25-35 tahun, mereka mengambil keputusan untuk memilih dan cocok dengan karir tertentu atau disebut stabilisasi.
Fase terakhir adalah konsolidasi yang berlangsung pada usia 35 tahun, dimana individu berusaha memajukan karir dan mencapai posisi yang statusnya lebih tinggi.
3. Teori Tipe Kepribadian Holland
Teori ini merupakan pandangan seorang ahli teori pekerjaan bernama John Holland (1973, 1987) yaitu bahwa penting membangun keterkaitan atau kecocokan antara tipe kepribadian individu dengan pemilihan karir tertentu.
Menurutnya jika individu menemukan karir yang cocok dengan kepribadiannya maka individu tersebut akan bertahan lama dengan pekerjaannya dibanding individu yang pekerjaannya tidak cocok dengan kepribadiannya.
Holland mengajukan enam tipe kepribadian dasar yang berhubungan dengan karir, yaitu :
a. Realistik : individu yang memperlihatkan karakteristik maskulin, kuat fisiknya, memiliki kemampuan sosial rendah. Contoh pekerjaannya buruh, petani, supir, ahli mesin, pilot.
b. Intelektual : Individu memiliki orientasi konseptual dan teoritis, tepat menjadi pemikir, menghindari hubungan interpersonal. Cocok dengan pekerjaan yang berhubungan dengan matematika atau keilmuan.
c. Sosial : individu memperlihatkan trait feminin, berhubungan dengan kemampuan verbal dan interpersonal, cocok dengan profesi yang berhubungan dengan orang banyak misalnya guru, pekerja sosial.
d. Konvensional : individu memperlihatkan ketidaksukaanya pada kegiatan yang tidak teratur dengan rapi. Cocok menjadi bawahan misalnya teller, sekertaris.
e. Mengusai (enterprising) : individu menggunakan kata-katanya untuk memimpin orang lain, mendominasi orang lain, menjual produk dan berita. Cocok dengan karir sales, politikus, manajemen.
f. Artistik : Mereka senang berinteraksi dengan dunianya melalui seni, menghindari situasi interpersonal, serta konvensional dalam beberapa kasus. Remaja dengan tipe ini sebaiknya diarahkan ke karir seni atau penulisan.
Namun, menurut Holland jarang ada individu yang murni masuk ke dalam tipe tertentu, dan sebagian besar orang adalah kombinasi dari dua atau tiga tipe.
Eksplorasi dari pilihan karir merupakan aspek yang penting dari perkembangan karir pada negara di mana kesempatan berkarir merata. Perencanaan karir dan pengambilan keputusan berhubungan dengan perkembangan identitas remaja. Namun begitu banyak remaja yang kebingungan akan menjadi apa dirinya dan ketika memutuskan ingin menjadi sesuatu mereka tidak diarahkan pada pengetahuan tentang pendidikan dan kemampuan yang dibutuhkan dari pekerjaannya.
Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan karir remaja adalah kelas sosial, orang tua, teman sebaya,pendidikan, dan jenis kelamin. Kelas sosial menentukan jenjang pendidikan yang diraih sehingga semakin tinggi kemungkinan perjalanan karir yang mulus semakin terbentang. Biasanya remaja dari kelas sosial rendah memiliki motivasi berkarir yang rendah.
Hingga saat ini peran lelaki dan perempuan dalam karir sangat berbeda. Perempuan diharapkan menjadi pengasuh dibanding mengejar karir. Para orang tua pun membedakan putra dan putrinya dalam berkarir.
Banyak dari remaja yang melakukan kerja paruh waktu. Keuntungannya adalah mereka dapat mengetahui lebih jauh seperti apa dunia kerja, cara mempertahankan pekerjaan, cara mengatur keuangan, mengatur waktu, cara mengejar prestasi dan mengevaluasi sasaran. Sedangkan kerugiannya adalah megorbankan olah raga, hubungan sosial dengan teman sebaya, kurang tidur.
Sedangkan keberbakatan (giftedness) dialami oleh orang-orang yang kemampuan dan prestasinya menonjol dibandingkan lainnya. Orang berbakat (gifted) memiliki intelegensi di atas taraf rata-rata (ber-IQ 120 atau lebih) dan atau memiliki talenta yang amat menonjol dalam suatu bidang.
Kebanyakan dari kita ingin menjadi remaja yang berbakat sekaligus kreatif. Para pakar yakin intelegensi tidaklah sama dengan kreatifitas. Kreatifitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara yang baru dan tidak lazim dan kemampuan untuk menemukan cara pemecahan unik dalam menghadapi masalah.
Perbedaan intelegensi dan kreatifitas terletak pada cara berpikir konvergen yang menghasilkan suatu jawaban yang benar dan merupakan ciri khas cara berpikir pada tes inteligensi, dan cara berpikir divergen yang menghasilkan banyak jawaban atau jalan keluar bagi pertanyaan yang sama dan lebih merupakan tanda dari kreatifitas.
E. Prestasi dan Perkembangan Karier
a. Prestasi
Remaja adalah masa yang penting dalam hal prestasi (Henderson & Dweck, 1990). Tekanan sosial dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi dalam cara-cara yang baru. Sanggup tidaknya remaja beradaptasi secara efektif pada tekanan akademik dan sosial ditentukan oleh faktor psikologis dan motivasi.
Motivasi adalah mengapa individu bertingkah laku, berpikir, dan memiliki perasaan dengan cara yang mereka lakukan, dengan penekanan pada aktivasi dan arah dari tingkah lakunya.
Setiap remaja memiliki keinginan berprestasi yang berbeda-beda ada yang tinggi, sedang, dan biasa-biasa saja. Mereka itu memiliki motivasi berprestasi yang berbeda. Motivasi berprestasi (achievement motivation) adalah keinginan untuk menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar kesuksesan dan untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk mencapai kesuksesan.
Menurut Matina Horner (1972), perempuan tidak memiliki ungkapan gambaran prestasi yang sama dengan pria. Itu dikarenakan adanya ketakutan akan kesuksesan (fear of succes) yaitu kekhawatiran individu bahwa ia akan ditolak oleh lingkungan sosialnya jika ia sukses. Beberapa tahun kemudian, diketahui bahwa lelaki juga mengalami ketakutan yang sama dengan alasan takut usahanya akan berakhir pada akhir yang tidak memuaskan.
Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk menemukan apa yang menjadi penyebab tingkah laku sebagai bagian dari upayanya untuk memahami tingkah laku tersebut. Aspek yang sangat penting dari penyebab internal dalam berprestasi adalah usaha.
Motivasi berprestasi dibagi menjadi dua jenis utama : motivasi intrinsik yaitu keinginan dalam diri untuk menjadi kompeten dan melakukan sesuatu demi usaha itu sendiri; dan motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan penghargaan eksternal atau untuk menghindari hukuman eksternal, contohnya memberi hadiah bagi remaja berprestasi.
Yang berkaitan erat dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, atribusi dari penyebab internal perilaku dan pentingnya usaha berprestasi adalah orientasi keahlian. Orientasi keahlian menggambarkan anak-anak atau remaja yang berorientasi pada tugas. Mereka disamping terfokus pada kemampuan juga memperhatikan strategi belajarnya. Sedangkan orientasi ketidakberdayaan menandakan remaja yang terjebak dalam kesulitan, mereka menyalahkan ketidakmampuan mereka. Kedua hal tersebut adalah dua respon berbeda yang ditunjukkan remaja pada kondisi sulit dan menantang.
Perhatian khusus diberikan pada prestasi remaja dari berbagai etnis. Sebenarnya prediksi yang paling tepat dibanding etnis adalah kelas sosial. Remaja kelas menengah tampil lebih baik dibanding rekan mereka yang berasal dari kelas ekonomi lemah dalam hal prestasi.
b. Perkembangan Karir
Terdapat tiga teori pokok yang menggambarkan perkembangan karir seseorang, yaitu :
1. Teori Perkembangan Ginzberg
Menurut Eli Ginzberg, terdapat tiga fase perkembangan karir. Pada usia anak hingga 11 tahun, anak masih berada dalam fase fantasi dimana anak sedang membayangkan akan menjadi apa dirinya kelak. Usia 11 hingga 17 tahun, yaitu pada saat remaja mereka berada dalam fase tentatif dalam pemilihan karir yaitu sebuah transisi dari fase fantasi menuju pengambilan keputusan yang realistik pada masa dewasa muda. Remaja mengalami kemajuan dari menilai minat mereka (usia 11-12 tahun), kemajuan pada menilai kemampuan (usia 13-14 tahun), sampai menilai nilai-nilai mereka (usia 15-16 tahun). Semakin dewasa cara berpikir dari yang subyektif menjadi pemilihan karir yang realistik terjadi pada usia 17-18 tahun hingga 20 tahunan. Fase terakhir ini disebut fase realistik.
Ginzberg mengakui bahwa pada individu dari kelas ekonomi menengah ke bawah tidak memiliki pilihan karir sebanyak individu dari kelas menengah ke atas.
2. Teori Konsep Diri Super
Teori ini adalah pandangan Donald Super yang mengatakan bahwa konsep diri individu memainkan peran pokok dalam pemilihan karir. Super percaya banyak perubahan perkembangan dalam konsep diri tentang pekerjaan terjadi pada waktu remaja dan dewasa muda (Super, 1967, 1976).
Pada usia 14-18 tahun, remaja mengembangkan gagasan tentang bekerja yang berhubungan dengan konsep diri global yang sudah mereka miliki, fase ini disebut kristalisasi.
Fase berikutnya adalah pengkhususan yaitu mempersempit pemilihan karir dan memulai perilaku yang memungkinkan mereka memasuki beberapa tipe karir yang terjadi pada usia 18-22 tahun.
Antara usia 21-24 tahun, dewasa muda mulai menyelesaikan pendidikan dan pelatihan, mereka memasuki dunia kerja. Fase ini disebut implementasi. Barulah pada usia 25-35 tahun, mereka mengambil keputusan untuk memilih dan cocok dengan karir tertentu atau disebut stabilisasi.
Fase terakhir adalah konsolidasi yang berlangsung pada usia 35 tahun, dimana individu berusaha memajukan karir dan mencapai posisi yang statusnya lebih tinggi.
3. Teori Tipe Kepribadian Holland
Teori ini merupakan pandangan seorang ahli teori pekerjaan bernama John Holland (1973, 1987) yaitu bahwa penting membangun keterkaitan atau kecocokan antara tipe kepribadian individu dengan pemilihan karir tertentu.
Menurutnya jika individu menemukan karir yang cocok dengan kepribadiannya maka individu tersebut akan bertahan lama dengan pekerjaannya dibanding individu yang pekerjaannya tidak cocok dengan kepribadiannya.
Holland mengajukan enam tipe kepribadian dasar yang berhubungan dengan karir, yaitu :
a. Realistik : individu yang memperlihatkan karakteristik maskulin, kuat fisiknya, memiliki kemampuan sosial rendah. Contoh pekerjaannya buruh, petani, supir, ahli mesin, pilot.
b. Intelektual : Individu memiliki orientasi konseptual dan teoritis, tepat menjadi pemikir, menghindari hubungan interpersonal. Cocok dengan pekerjaan yang berhubungan dengan matematika atau keilmuan.
c. Sosial : individu memperlihatkan trait feminin, berhubungan dengan kemampuan verbal dan interpersonal, cocok dengan profesi yang berhubungan dengan orang banyak misalnya guru, pekerja sosial.
d. Konvensional : individu memperlihatkan ketidaksukaanya pada kegiatan yang tidak teratur dengan rapi. Cocok menjadi bawahan misalnya teller, sekertaris.
e. Mengusai (enterprising) : individu menggunakan kata-katanya untuk memimpin orang lain, mendominasi orang lain, menjual produk dan berita. Cocok dengan karir sales, politikus, manajemen.
f. Artistik : Mereka senang berinteraksi dengan dunianya melalui seni, menghindari situasi interpersonal, serta konvensional dalam beberapa kasus. Remaja dengan tipe ini sebaiknya diarahkan ke karir seni atau penulisan.
Namun, menurut Holland jarang ada individu yang murni masuk ke dalam tipe tertentu, dan sebagian besar orang adalah kombinasi dari dua atau tiga tipe.
Eksplorasi dari pilihan karir merupakan aspek yang penting dari perkembangan karir pada negara di mana kesempatan berkarir merata. Perencanaan karir dan pengambilan keputusan berhubungan dengan perkembangan identitas remaja. Namun begitu banyak remaja yang kebingungan akan menjadi apa dirinya dan ketika memutuskan ingin menjadi sesuatu mereka tidak diarahkan pada pengetahuan tentang pendidikan dan kemampuan yang dibutuhkan dari pekerjaannya.
Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan karir remaja adalah kelas sosial, orang tua, teman sebaya,pendidikan, dan jenis kelamin. Kelas sosial menentukan jenjang pendidikan yang diraih sehingga semakin tinggi kemungkinan perjalanan karir yang mulus semakin terbentang. Biasanya remaja dari kelas sosial rendah memiliki motivasi berkarir yang rendah.
Hingga saat ini peran lelaki dan perempuan dalam karir sangat berbeda. Perempuan diharapkan menjadi pengasuh dibanding mengejar karir. Para orang tua pun membedakan putra dan putrinya dalam berkarir.
Banyak dari remaja yang melakukan kerja paruh waktu. Keuntungannya adalah mereka dapat mengetahui lebih jauh seperti apa dunia kerja, cara mempertahankan pekerjaan, cara mengatur keuangan, mengatur waktu, cara mengejar prestasi dan mengevaluasi sasaran. Sedangkan kerugiannya adalah megorbankan olah raga, hubungan sosial dengan teman sebaya, kurang tidur.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah menyelesaikan penyusunan
masalah tentang intelektual Penyusun dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
Diantara temuan-temuan riset
yang menonjol adalah sebagaimana yang penyusun kemukakan di atas, yakni bahwa
otak adalah sumber dan menara pengontrol bagi seluruh kegiatan kehidupan
ranah-ranah psikologis manusia. Otak tidak hanya berpikir dengan kesadaran,
tetapi juga berpikir dengan ketidaksadaran. Pemikiran tidak sadar (unconscious
thinking) sering terjadi pada diri kita.ketika kita tidur misalnya,kita
bermimpi,dan mimpi adalah sebuah bentuk berpikir dengan gambar-gambar tanpa
kita sadari.
Tanpa ranah kognitif,sulit dibayangkan seseorang dapat berfikir.upaya
pengembangan kognitif siswa secara terarah,baik oleh orang tua maupun oleh guru
sangat penting.upaya pengembangan fungsi ranah kognitif akan berdampak positif
bukan hanya terhadap ranah kognitif sendiri,melainkan juga terhadap ranah
afektif dan psikomotor seperti yang akan penyusun uraikan lebih lanjut.
3.2 Saran
Berdasarkan hasil rangkuman, maka
kami dapat mengemukakan saran. Remaja merupakan tahap awal seorang anak untuk tumbtnguh
menjadi seorang dewasa yang cerdas dan berpengetahuan luas. Oleh sebab itu,
orang tua harus memperhatikan setiap perkembangan yang dialami oleh anaknya,
khususnya perkembangan intelektual (kognitif). Agar anak tidak terjerumus
kedalam hal-hal yang negatif yang akan merusak dirinya sendiri. Orang tua
hendaknya mengetahui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan
terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J.W (1996). Adolescence. 6th Edition. Dubuque, Lowa : Wm. C. Brown
Santrock, J.W (1996). Adolescence. 6th Edition. Dubuque, Lowa : Wm. C. Brown
Publishers.
Santrock, J. W. (1986). Life Span Development. 2nd Edition. Dubuque, Lowa :
Santrock, J. W. (1986). Life Span Development. 2nd Edition. Dubuque, Lowa :
Wm.C. Brown Publishers.
www. MyNiceSpace.com
www. psikologiperkembangan-remaja.blogspot.com
www. MyNiceSpace.com
www. psikologiperkembangan-remaja.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar